Selamat pagi, saudara terkasih. Merupakan sukacita besar untuk merayakan kebangkitan Yesus hari ini. Karena Yesus telah dibangkitkan dengan tubuh baru yang sempurna, kita pun akan dibangkitkan dengan tubuh yang sempurna saat Dia datang kembali. Saat ini kita masih hidup dalam tubuh yang lemah dan fana. Tidak peduli seberapa sehat kita sekarang, tubuh kita suatu hari akan menua dan mati. Tidak ada obat yang mampu mengalahkan kematian kecuali kebangkitan Yesus. Ilmu pengetahuan memiliki batas dan tidak dapat memberi kita hidup kekal. Karena itu, janganlah menaruh pengharapan kita pada ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan manusia, tetapi arahkanlah harapan kita kepada kuasa Allah.
Yesus tidak dibangkitkan dengan tubuh lamanya seperti Lazarus. Ketika Yesus bangkit, Dia menerima tubuh baru yang sempurna, yang tidak bisa mati, tidak bisa sakit, dan tidak bisa merasakan penderitaan. Melalui iman kepada Kristus, kita dipersatukan dengan Dia dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Maka, kita pun akan dibangkitkan seperti Dia, dengan tubuh mulia yang tidak dapat binasa dan tidak dapat disakiti lagi. Saya sangat menantikan hari itu, terutama saat saya mengalami rasa sakit. Minggu lalu, saya mengalami sakit leher yang cukup parah. Saya kesulitan untuk duduk, mengangkat tangan, bahkan menelan. Puji Tuhan saya sudah pulih, tetapi saya menyadari bahwa tubuh saya suatu hari akan melemah dan mati. Tidak ada penyembuhan total di dunia ini. Hanya kebangkitan yang akan bisa memulihkan kita secara sempurna. Itulah pengharapan yang seharusnya kita miliki dan hidupi—pengharapan kita bukan untuk dunia sementara ini, melainkan untuk kekekalan.
Hari ini saya ingin saudara memahami pengharapan kekal kita dalam kebangkitan Yesus, dan bagaimana pengharapan ini seharusnya mengarahkan kembali hidup kita di dunia ini. Mari Kita mengerti tiga hal: Pertama, bahwa kebangkitan Yesus tidak boleh terpisahkan dari iman Kristen. Kedua, bahwa kebangkitan Yesus adalah sesuatu yang pasti. Dan ketiga, bahwa kebangkitan seharusnya menyelaraskan kembali kehidupan kita di dunia ini.
I. Kebangkitan Tidak boleh Terpisahkan dari Iman Kristen
Mari kita mengerti poin pertama. kita harus memahami bahwa kebangkitan Yesus tidak boleh dipisahkan dari iman Kristen. Tanpa kebangkitan, tidak ada Kekristenan. Tanpa kebangkitan, tidak ada pengampunan dosa, tidak ada keselamatan, dan tidak ada pengharapan untuk hidup kekal bersama Allah. Jika Yesus tidak bangkit, maka sia-sialah iman kita. Kita bisa saja berhenti beribadah setiap Minggu dan mulai hidup seperti dunia, mengikuti keinginan kita sendiri. Dalam 1 Korintus 15:14–19, Rasul Paulus berkata, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus – padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.”
Melalui Paulus, Allah menegaskan bahwa tanpa kebangkitan, tidak ada pengampunan dosa, tidak ada keselamatan, dan tidak ada kehidupan kekal. Kebangkitan Yesus adalah inti dari keselamatan kita. Itu adalah tanda bahwa pengorbanan-Nya di kayu salib telah diterima oleh Allah. Keadilan Allah telah dipuaskan, sehingga Dia dapat mengampuni kita tanpa mengabaikan kekudusan-Nya. Tanpa kebangkitan, tidak ada pengampunan. Maka Kekristenan pun kehilangan maknanya.
Kebangkitan Yesus juga penting untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Setelah bangkit, Yesus naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah. Dalam kemanusiaan-Nya yang telah dimuliakan, Dia menerima seluruh kuasa di surga dan di bumi. Dia menjadi Raja atas segala ciptaan—manusia dan malaikat. Suatu hari, Dia akan datang kembali untuk menghakimi, memerintah, dan memulihkan dunia. Tanpa kebangkitan, tidak ada kemuliaan bagi Yesus sebagai manusia yang dimuliakan. Dan itu berarti Dia tidak akan kembali untuk menghakimi dan memerintah dunia. Maka kita tidak akan hidup bersama Allah dalam langit dan bumi yang baru. Tidak ada pengharapan akan dunia yang sempurna dan kekal. Kalau begitu, seperti kata Paulus, untuk apa bersusah payah menderita demi Kristus? Lebih baik kita makan dan minum saja, menikmati hidup sementara ini, sebab besok kita mati. Karena itu, saudara harus menyadari bahwa kebangkitan adalah fondasi yang mutlak bagi iman Kristen. Kebangkitan bukanlah sekadar tambahan yang menyenangkan, tapi inti yang tak tergantikan. Tanpa kebangkitan, iman Kristen tidak berdiri sama sekali.
II. Kebangkitan Yesus 100% Pasti
Selanjutnya, kita harus memahami bahwa kebangkitan Yesus adalah kenyataan yang 100% pasti. Kebangkitan itu bukan dongeng, melainkan kebenaran sejati. Kita dapat memiliki keyakinan penuh akan hal ini. Banyak orang non-Kristen menganggap kebangkitan Yesus sebagai cerita fiksi karena mereka tidak pernah melihatnya secara langsung. Bagi mereka, kebangkitan Yesus tidak bisa diverifikasi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kebangkitan Yesus adalah bukti terlemah bagi kebenaran Yesus.
Namun menurut Yesus sendiri, kebangkitan-Nya adalah tanda terbesar, bukti paling kuat yang meneguhkan kebenaran-Nya. Dalam Matius 12:38–40, meskipun Yesus telah melakukan berbagai mukjizat, orang-orang Farisi tetap menuntut tanda lain untuk membuktikan bahwa Dia adalah Mesias. Permintaan mereka tidak tulus, karena mereka memang sudah berniat untuk tidak percaya dan hendak membunuh-Nya. Mereka hanya ingin menjebak dan menguji Dia. Yesus menjawab mereka, “Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.”
Tanda Yunus adalah tanda kebangkitan Yesus. Dan tanda ini tidak hanya ditujukan kepada orang Farisi, tetapi juga kepada semua orang tidak percaya sepanjang zaman. Dalam Alkitab, istilah “angkatan” bukan hanya merujuk pada satu generasi, melainkan pada jenis manusia tertentu di sepanjang sejarah. Contohnya dalam Matius 23:35–36, Yesus berkata, “Supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!” Jelas bahwa para Farisi tidak hidup pada zaman Habel dan Zakharia, jadi mereka tidak membunuh mereka. Tapi para Farisi termasuk dalam jenis manusia yang sama—mereka yang menolak kebenaran dan menindas umat Allah.
Jadi, tanda kebangkitan Yesus adalah untuk semua orang yang tidak percaya dari setiap zaman, bukan hanya untuk generasi Yesus. Itulah sebabnya kebangkitan-Nya sebagai tanda terbesar. Tapi bagaimana kebangkitan dapat menjadi tanda terbesar bagi orang-orang yang tidak pernah melihat Yesus secara langsung? Dalam 1 Korintus 15, kita diberitahu bahwa Yesus hanya menampakkan diri kepada orang-orang percaya, bukan kepada orang-orang yang menolak-Nya. Lalu bagaimana orang yang tidak percaya bisa melihat tanda kebangkitan jika mereka tidak melihat Yesus secara fisik? Jawabannya adalah: mereka tidak melihat pribadi Yesus yang bangkit, tetapi mereka bisa melihat dampak kebangkitan-Nya. Dampak itu nyata, kuat, dan tidak dapat disangkal—dan dari situlah mereka bisa tahu bahwa kebangkitan Yesus sungguh terjadi.
Itu seperti gravitasi. Kita tidak bisa melihat gravitasi, tetapi kita tahu gravitasi itu ada karena dampaknya. Ketika sesuatu jatuh dari langit, kita tahu dengan pasti ada gravitasi, meskipun kita tidak bisa melihatnya. Hal yang sama berlaku untuk kebangkitan Yesus. Meskipun kita tidak melihat langsung kebangkitan Yesus, kita dapat menyaksikan dampaknya dan meyakini dengan pasti bahwa kebangkitan itu adalah suatu kenyataan.
Lalu, apa saja dampak dari kebangkitan Yesus yang bisa dilihat oleh dunia? Setidaknya ada tiga dampak besar yang dapat kita saksikan: Pertama adalah dampaknya terhadap orang sudah percaya. Kedua adalah dampaknya terhadap orang belum percaya. Ketiga adalah dampaknya terhadap peristiwa-peristiwa dunia yang dinubuatkan oleh Yesus.
Mari kita lihat dampak pertama yang terhadap orang sudah percaya. Kebangkitan Yesus sepenuhnya mengubah para murid-Nya. Mereka yang sebelumnya takut, putus asa, dan melarikan diri saat Yesus disalibkan, tetapi setelah mereka melihat Yesus yang bangkit, mereka berubah menjadi pemberita Injil yang berani dan rela mati demi iman mereka. Petrus yang sebelumnya menyangkal Yesus, berdiri di hadapan ribuan orang dan bersaksi bahwa Yesus telah bangkit. Mereka bukan orang yang gila atau pembohong. Tidak masuk akal bahwa mereka mau mati demi kebohongan yang mereka karang sendiri. Tidak ada orang waras yang mau menyerahkan nyawa untuk sesuatu yang mereka tahu tidak benar. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah: mereka benar-benar melihat Yesus yang bangkit.
Lihat juga Paulus. Ia adalah orang yang sangat terhormat dalam masyarakat Yahudi. Ia tidak punya alasan untuk menjadi pengikut Yesus. Namun, setelah Ia bertemu dengan Yesus yang bangkit, Ia percaya dan rela meninggalkan segalanya, menderita, dan akhirnya mati demi memberitakan bahwa Yesus telah bangkit. Dalam 1 Korintus 15:32 ia menulis, “Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka marilah kita makan dan minum saja, sebab besok kita mati.” Ia berkata, jika tidak ada kebangkitan, maka semua penderitaannya sia-sia. Tapi ia tahu kebangkitan Yesus nyata, dan karena itulah ia menyerahkan seluruh hidupnya. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah: mereka benar-benar melihat Yesus bangkit.
Kedua, dampaknya terhadap orang yang belum percaya. Dalam gereja mula-mula, ribuan orang bertobat dan percaya kepada Yesus, bahkan mereka harus menderita untuk iman mereka. Pertobatan mereka bukan alami, tetapi supranatural. Para rasul tidak memberitakan injil palsu seperti injil kemakmuran yang menjanjikan kekayaan dan kesembuhan dalam hidup ini jika seseorang percaya. Para rasul tidak menghindari berbicara banyak tentang dosa, supaya orang berdosa tidak disinggung hati. Sebaliknya, injil kemakmuran justru menghindari pembicaraan tentang dosa demi menyenangkan pendengarnya. Dan para rasul berkata bahwa orang percaya akan banyak menderita kalau mereka percaya karena perlawanan dunia. Dalam Kisah Para Rasul 14:22, Paulus berkata, “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak sengsara.” Walaupun mereka menderita, mereka rela percaya karena kuasa Yesus yang telah bangkit.
Injil juga tidak disebarkan melalui kekerasan, seperti agama lain yang berkembang melalui pedang. Sebaliknya, Kekristenan menyebar melalui kasih, melalui penderitaan, dan melalui kesaksian hidup yang diubahkan. Hanya kuasa kebangkitan Yesus yang bisa menjelaskan pertobatan supranatural semacam ini dan pertumbuhan gereja mula-mula yang luar biasa.
Ketiga, mari kita mengerti dampaknya terhadap sejarah dunia yang Yesus bernubuat. Hanya kebangkitan Yesus yang dapat menjelaskan penggenapan nubuat-nubuat Yesus tentang peristiwa dunia yang tampaknya mustahil digenapi. Yesus menubuatkan bahwa Injil akan tersebar ke seluruh dunia dan gereja-Nya akan berdiri kokoh, meskipun saat itu gerakan-Nya terlihat kecil dan lemah. Dia hanya memiliki dua belas murid, dan salah satu dari mereka mengkhianatinya. Mereka bukan orang terpandang, bukan tokoh politik, bukan pemimpin militer, hanya orang-orang sederhana yang bahkan dianiaya. Namun, Yesus tetap berkata dalam Matius 16:18, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” dan juga dalam Matius 24:14 Yesus berkata “Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa.” Kalau saudara berada di sana pada saat pelayanan Yesus, saudara pasti akan menganggap gerakan ini akan segera gagal. Tapi kenyataannya, Injil tersebar luas dan mencapai seluruh dunia. Dan yang lebih luar biasa: semua itu terjadi tanpa kehadiran fisik Yesus. Dia memimpin umat-Nya hanya melalui Alkitab dan Roh Kudus.
Banyak orang tidak menyadari betapa sulitnya memimpin sekelompok orang menuju satu tujuan. Tapi Napoleon Bonaparte, seorang jenderal dan kaisar yang pernah hampir menaklukkan Eropa, menyadarinya. Setelah dikalahkan dan diasingkan, ia mulai merenungkan tentang kehidupan dan Yesus dan ia berkata, “Aku mengenal manusia, dan aku katakan kepadamu: Yesus Kristus bukanlah manusia biasa. Orang-orang yang berpikir dangkal mungkin melihat kesamaan antara Kristus dan para pendiri kerajaan atau tokoh-tokoh agama lainnya. Namun kenyataannya, kesamaan itu tidak ada. Antara Kekristenan dan agama-agama lain terbentang jurang yang tak terhingga. Aleksander, Kaisar, Charlemagne, dan aku sendiri telah membangun kerajaan-kerajaan. Tapi di atas dasar apakah karya besar kami itu berdiri? Hanya atas kekerasan, namun, Yesus Kristus adalah satu-satunya yang mendirikan kerajaan-Nya di atas dasar kasih—dan sampai hari ini, jutaan orang rela mati demi Dia.”
Ia melanjutkan dengan berkata demikian tentang penyebaran Kekristenan secara supranatural, “Aku kira aku cukup memahami sifat dasar manusia; dan aku katakan kepadamu, semua tokoh besar dalam sejarah adalah manusia biasa—demikian juga aku. Tetapi tak seorang pun seperti Dia. Yesus Kristus adalah lebih dari sekadar manusia. Aku sendiri pernah menginspirasi banyak orang untuk mengabdikan diri dengan penuh semangat, bahkan sampai rela mati bagiku. Namun untuk membangkitkan pengabdian itu, aku harus hadir secara langsung—dengan tatapan mata, kata-kata, dan suaraku yang membangkitkan wibawa. Melalui kehadiran fisik itulah aku menyalakan api kesetiaan dalam hati mereka. Tetapi Kristus—tanpa kehadiran fisik—berhasil mengangkat hati manusia kepada hal-hal yang tidak kelihatan, hingga hal-hal itu menjadi tidak terikat oleh batas ruang dan waktu.”
Napoleon tidak pernah melihat Yesus yang bangkit secara langsung, tetapi ia melihat dampak kebangkitan-Nya yang nyata dalam sejarah manusia. Dan karena itu, ia percaya Yesus.
Dampak kebangkitan ada di mana-mana, termasuk dalam kalender dunia. Tahun ini adalah tahun 2025 Masehi—artinya tahun ke-2025 sejak kelahiran Yesus. Dalam banyak budaya, kalender diatur berdasarkan raja mereka. Itu untuk menunjukkan bahwa dia adalah raja atas negaranya. Dan kalender dunia yang berdasarkan Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Raja atas seluruh dunia. Jadi meskipun kita tidak melihat Yesus yang bangkit secara langsung, kita bisa melihat dampak kebangkitan-Nya pada orang percaya, pada orang belum percaya, dan pada sejarah dunia yang Yesus nubuat.
kalau Yesus tidak bangkit, semua hal itu, tidak mungkin terjadi, tetapi semua itu terjadi, jadi kita bisa yakin 100% bahwa kebangkitan-Nya adalah kenyataan. Karena kebangkitan Yesus benar, jadi kita pun dapat yakin bahwa kebangkitan kita juga pasti terjadi. Tuhan akan memberikan kita tubuh baru yang sempurna seperti tubuh Kristus. Dan kita akan hidup bersama Allah dalam langit dan bumi yang baru, selama-lamanya.
III. Kebangkitan Seharusnya Menyelaraskan Kembali Hidup Kita yang Sementara di Bumi
Na, Jika kita sungguh percaya akan kebangkitan, maka kebangkitan Yesus seharusnya menyelaraskan kembali cara kita menjalani hidup yang sementara di dunia ini. Kita tidak bisa hidup seperti dunia. Kita tidak bisa hanya fokus pada hal-hal sementara, yang terlihat dan fana. Hidup kita harus diatur dan diarahkan berdasarkan kehidupan kekal bersama Allah.
Bayangkan, saudara sedang bepergian ke suatu negara di mana saudara akan tinggal selamanya, tetapi di tengah perjalanan saudara singgah satu malam di sebuah hotel. Apakah saudara akan menghabiskan seluruh tabungan untuk mempercantik kamar hotel itu—membeli perabot mewah, mengecat ulang dinding, atau merenovasi kamar? Tentu saja tidak! Ini bodoh. Karena saudara tahu itu hanya tempat tinggal sementara. Demikian juga hidup kita di dunia ini. Ini hanyalah tempat persinggahan sesaat. Tujuan sejati kita adalah kekekalan bersama Allah. Orang bijak tidak akan menaruh semua investasinya di tempat tinggal sementara. Ia akan menyiapkan dirinya untuk rumah yang sesungguhnya.
Seorang pendeta teman saya dari Amerika pernah berkata bahwa salah satu masalah utama di negerinya adalah orang-orang terlalu sibuk memikirkan kehidupan sekarang dan mengabaikan kekekalan. Karena itu mereka tidak percaya Yesus. Mereka tidak tahu ke mana mereka akan pergi, jadi mereka hanya fokus mempercantik kamar hotel, yaitu kehidupan dunia ini. Saya berpikir banyak orang di Indonesia juga hidup seperti ini. Tapi kita tahu ke mana kita akan pergi. Maka kita tidak boleh hidup seperti mereka. Kita harus hidup sesuai dengan rumah kekal kita, bukan sesuai dengan rumah sementara kita di dunia ini
Hidup berlandaskan pengharapan dalam kebangkitan bukan berarti kita mengabaikan kehidupan dunia ini. Ini bukan berarti kita hanya membaca Alkitab dan berdoa sepanjang hari tanpa bekerja atau berkarya. Tapi artinya, segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini harus diselaraskan dengan tujuan kekal kita. Menyelaraskan hidup dengan kekekalan artinya kita membaca Firman Tuhan dan menerapkannya dalam seluruh aspek hidup kita. Berarti, Jika saudara sudah menikah, itu berarti mengasihi dan setia kepada pasangan seperti yang Tuhan perintahkan. Jika saudara punya anak, itu berarti membesarkan mereka dalam perintah Tuhan. Jika saudara bekerja, itu berarti bekerja dengan rajin, jujur, dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan. Jika saudara pelajar, maka belajarlah sebaik mungkin demi kemuliaan Tuhan. Kita semua adalah bagian dari gereja Tuhan. Itu berarti kita terpanggil untuk melayani, menyebarkan Injil, dan menjalankan Amanat Agung. Maka jangan hanya bekerja untuk mengumpulkan uang demi kesenangan pribadi dan melupakan pekerjaan Tuhan.
Hidup untuk kekekalan juga berarti kita harus terus meninggalkan dosa. Dosa tidak memiliki tempat dalam rumah kekal bersama Allah. Tidak akan ada dosa di langit dan bumi yang baru. Maka sekarang pun kita harus meninggalkan dosa dan hidup kudus.
Memang hidup ini penuh tantangan. Kita masih hidup di dunia yang rusak. Ketika kita menghadapi kesulitan, kita boleh berdoa kepada Tuhan. Ketika tubuh kita sakit, kita boleh memohon kesembuhan kepada-Nya. Tapi ingatlah, Tuhan tidak menjanjikan kesembuhan fisik dalam hidup ini. Satu-satunya kesembuhan yang pasti adalah pada saat kebangkitan. Jadi jangan kecewa atau marah kepada Tuhan jika saudara tidak disembuhkan. Taruhlah pengharapan saudara pada kebangkitan yang akan datang. Tujuan utama Allah bagi hidup kita sekarang bukanlah kenyamanan atau kesembuhan, tetapi keserupaan dengan Kristus. Dan sering kali, Tuhan membentuk kita justru melalui penderitaan.
Saya teringat seorang wanita bernama Joni Eareckson Tada. Ia menjadi lumpuh total dari leher ke bawah setelah kecelakaan, dan justru di sanalah ia bertemu Tuhan. Ia percaya bukan karena disembuhkan secara fisik, tetapi karena Tuhan mengubahkan hatinya. Sekarang, melalui pelayanannya “Joni and Friends,” ia menjangkau banyak orang dengan kasih Kristus dan membantu orang cacat di seluruh dunia. Sekalipun tidak menerima kesembuhan, ia tetap memuliakan Tuhan. Melalui ketaatannya, ia menerima berkat rohani berupa pertumbuhan karakter dan sukacita yang melimpah karena kebangkitan Yesus.
Tuhan tidak pernah menjanjikan surga di bumi sebelum Yesus datang kembali. Kadang Tuhan memberi kesembuhan, kadang tidak. Tapi semua yang Dia izinkan terjadi selalu demi kemuliaan-Nya dan untuk kebaikan kita. Jika kita mengarahkan hidup kita kepada kekekalan dan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, maka hidup kita tidak akan pernah menjadi sia-sia. Kita akan menggenapi tujuan Tuhan dalam kehidupan kita di dunia ini.