Hukum Taurat: Dibatalkan atau Digenapi?

Efesus 2:15

Selasa, 16 Januari 2024

John MacArthur

 

Berikut ini adalah kutipan dari Tafsiran Perjanjian Baru  MacArthur mengenai Surat Efesus 2.

Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan kematian-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, (Efe. 2:14–15, PBTB2)

Kristus untuk selama-lamanya merubuhkan (kata Yunaninya dalam bentuk aorist merujuk pada suatu tindakan yang telah selesai) setiap tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan kematiannNya sebagai manusia, Dia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya. Ketika Yesus mati di atas kayu salib, Dia membatalkan setiap penghalang antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia dengan sesamanya. Penghalang terbesar antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi adalah tentang hukum upacara (ritual), yaitu hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya. Berbagai perayaan, kurban [binatang], persembahan, hukum-hukum pentahiran dan penyucian, dan semua perintah-perintah lahiriah lainnya yang khusus diberikan untuk adanya pemisahan yang unik bagi bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain telah dibatalkan.

Namun hukum moral Tuhan tidak dibatalkan, terlihat jelas dari frasa yang terkandung dalam berbagai upacara (ritual). Hukum moralNya mencerminkan sifat (natur) kudusNya itu sendiri sehingga tidak pernah dapat berubah (lih. Mat. 5:17–19). Itulah hukum yang bagi orang Yahudi adalah yang terangkum dalam Sepuluh Perintah Allah, dan yang bagi semua manusia adalah yang tertulis dalam hati mereka (Rom. 2:15), dan yang masih diberlakukan pada mereka (Mat. 22:37-40; Rom. 13:8 –10). Yesus merangkum hukum moral Tuhan lebih jauh lagi dengan menyatakan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34, PBTB2). Sepuluh Perintah Allah, seperti semua hukum moral Tuhan, merupakan suatu perintah untuk mengasihi yang terstruktur dan khusus yang tetap dituntut oleh Tuhan (Yak. 2:8).

Semua hukum upacara dan ritual yang membedakan dan memisahkan orang Yahudi dari orang bukan Yahudi dihapuskan. Sebelum masa Kristus, kelompok-kelompok tersebut tidak dapat makan bersama karena adanya pembatasan mengenai [halal tidaknya] makanan, keharusan mencuci ini itu, dan upacara (ritual) terkait dengan kenajisan. Sekarang, mereka bisa makan apa saja dengan siapa pun. Sebelum masa Kristus, mereka tidak bisa beribadah bersama-sama. Orang bukan Yahudi tidak bisa sepenuhnya beribadah dalam Bait Allah orang Yahudi, dan orang Yahudi juga tidak akan beribadah di bait orang kafir. Di dalam Kristus, mereka sekarang beribadah bersama-sama dan tidak memerlukan bait atau tempat suci lainnya untuk menguduskannya. Semua pembedaan dan persyaratan dari tata upacara (ritual) telah dihilangkan (lih. Kis. 10:9–16; 11:17–18; Kol. 2:16-17), untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera. Penekanannya sekali lagi pada di dalam diriNya, yang menegaskan kalau kesatuan yang baru ini hanya dapat terjadi bila manusia dipersatukan dalam pribadi Tuhan Yesus Kristus.

Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (Mat. 5:17, PBTB2)

Yang menjadi perhatian utama dari setiap orang Yahudi yang setia yang ingin mengevaluasi Yesus adalah, “Apa pendapatNya tentang hukum Taurat, tentang Musa dan para nabi?” Para pemimpin [agama ini] sering mengkonfrontasi Yesus dengan berbagai masalah yang terkait dengan hukum Taurat. Banyak orang Yahudi percaya bahwa Sang Mesias akan secara radikal merevisi atau sepenuhnya membatalkan hukum Taurat Musa, dan menetapkan standar baruNya sendiri. Mereka menafsirkan Yeremia 31:31 sebagai pengajaran bahwa perjanjian baru yang dijanjikan Tuhan akan membatalkan perjanjian lama, dan memulai kembali dengan suatu landasan moral yang benar-benar baru. Karena muak dengan tuntutan legalisme dari kaum Farisi yang munafik, banyak orang berharap Sang Mesias akan mendatangkan hari baru yang membebaskan mereka dari tuntutan sistem tradisional yang memberatkan, bersifat mekanis, dan tidak bermakna.

Hukum Taurat dan kitab para nabi mewakili apa yang sekarang kita sebut Perjanjian Lama (PL), satu-satunya Kitab Suci [dalam bentuk] yang tertulis pada masa Yesus berkhotbah (lih. Mat. 7:12; 11:13; 22:40; Luk. 16:16; Yoh. 1:45; Kis. 13:15; 28:23). Karena itu, Yesus berbicara tentang PL dalam Matius 5:17–20. Segala sesuatu yang diajarkanNya secara langsung dalam pelayananNya sendiri, serta segala sesuatu yang diajarkanNya melalui para rasul, berdasarkan Perjanjian Lama. Oleh karena itu, mustahil untuk memahami atau menerima Perjanjian Baru tanpa adanya Perjanjian Lama.

Peringatan Yesus, janganlah kamu menyangka, menunjukkan bahwa sebagian besar pendengarNya mempunyai pemahaman yang salah tentang pengajaranNya. Kebanyakan orang Yahudi yang kolot menganggap instruksi dari para rabi sebagai penafsiran yang tepat atas hukum Musa sehingga mereka menyimpulkan: karena Yesus tidak dengan cermat mengikuti berbagai tradisi tersebut, maka Dia jelas-jelas telah meniadakan hukum tersebut atau menganggapnya sebagai sesuatu yang remeh. Karena Yesus menghapuskan berbagai tradisi mencuci ini itu, memberikan persepuluhan khusus, menjalankan Sabat secara ekstrem, dan berbagai hal yang semacam itu, orang-orang berpikir bahwa Ia telah meniadakan hukum TauratNya Tuhan. Karena itu, sejak awal, Yesus ingin membebaskan para pendengarNya dari kesalahpahaman mengenai pandanganNya terhadap Kitab Suci.

Kataluo ( membatalkan ) bermakna menggulingkan atau menghancurkan sama sekali. Ini merupakan kata yang sama yang digunakan untuk merujuk pada penghancuran Bait Suci (Mat. 24:2; 26:61; dll.) dan kematian tubuh fisik (2 Kor. 5 :1). Ide dasarnya adalah untuk merobohkan dan menghancurkannya hingga rata dengan tanah; untuk melenyapkan sepenuhnya. Dalam beberapa bagian, seperti dalam ayat ini, kata tersebut digunakan secara kiasan untuk mengindikasikan pada [aktivitas untuk] meniadakan, menjadikan tidak berguna, atau membatalkan (lihat Kis. 5:38–39; Rom. 14:20). Melakukan hal itu terhadap hukum Taurat Tuhan merupakan kebalikan dari karya dan pengajaran Yesus.

https://www.gty.org/library/bibleqnas-library/QA0160

Bagikan: