Artikel ini juga tersedia dalam Bahasa Inggris di bagian bawah halaman ini. This article is also available in English at the bottom part of this page.
John Zheng | Selasa, 26 Maret 2024
Ada beberapa orang yang bertanya mengenai istilah “bahasa roh” yang digunakan oleh Alkitab TB (Terjemahan Baru). Penting mengetahui bahwa istilah tersebut adalah sebuah kesalahan terjemahan, yang sudah direvisi menjadi “bahasa lidah” di Alkitab TB2 (Terjemahan Baru 2). Terjemahan yang benar adalah bahasa roh lidah.
Dalam Kisah Para Rasul 1:5, Yesus menjanjikan baptisan Roh Kudus. Janji ini digenapi dalam Kisah Para Rasul 2:3, ketika Roh menyerupai lidah-lidah api hinggap pada orang-orang percaya. Pada ayat berikutnya, dalam Kisah Para Rasul 2:4, dikatakan bahwa orang-orang percaya itu dipenuhi dengan Roh Kudus. Di Efesus 5:18, orang percaya diperintahkan supaya penuh dengan Roh. Apakah itu artinya orang percaya diperintahkan untuk dibaptis dengan Roh Kudus seperti yang dialami dalam Kisah Para Rasul 2? Jawabannya jelas tidak karena tiga alasan.
Pertama, kata Yunani, βαπτίζω (baptizō), untuk “baptisan” — berarti perbuatan mencelupkan atau menyelamkan sesuatu ke dalam air atau cairan. Kata Yunani, πληρόω (plēroō), untuk “mengisi” – tidak berarti demikian. Artinya adalah tindakan mengisi sesuatu menjadi penuh. Contohnya, dalam Kisah Para Rasul 2:13, orang-orang percaya dituduh sedang mabuk akibat dipenuhi arak anggur. Itu tidak berarti mereka dicelupkan ke dalam arak anggur melainkan dipenuhi oleh arak anggur, yang artinya dikendalikan atau dikuasai oleh arak anggur. Oleh karena itu, baptisan dan kepenuhan memiliki dua arti yang berbeda, terutama ketika kata kerja “dipenuhi” merupakan kata kerja pasif.
Kedua, kepenuhan Roh Kudus tidak menggambarkan tindakan baptisan dari Roh Kudus itu sendiri, namun hanya menggambarkan efek atau hasil dari baptisan Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul 2:3. kata kerja Yunani, καθίζω (kathizō), yang artinya “hinggap” — menggambarkan perbuatan baptisan Roh. Kepenuhan Roh Kudus pada ayat selanjutnya di 2:4 menggambarkan efek atau hasil dari baptisan Roh Kudus, bukan baptisan itu sendiri. Tiga contoh lain baptisan Roh Kudus terjadi dalam Kisah Para Rasul 8:14-17; 10:44; 19:6, namun kata “memenuhi” tidak pernah digunakan untuk menggambarkan baptisan Roh. Dalam Kisah Para Rasul 8:16, kata Yunani, ἐπιπίπτω (epipiptō), yang berarti “turun ke atas sesuatu” – digunakan untuk menggambarkan orang-orang percaya yang belum dibaptis oleh Roh (8:16-17). Namun, tidak pernah dikatakan bahwa Roh belum memenuhi mereka. Setelah para rasul mendoakan mereka, barulah ayat 17 mengatakan mereka menerima Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul 10:44, baptisan Roh dijelaskan dengan kata kerja Yunani yang sama, ἐπιπίπτω (epipiptō) dari Kisah Para Rasul 8:16. Baptisan Roh digambarkan sebagai Roh yang turun ke atas mereka, bukan memenuhi mereka. Dalam Kisah Para Rasul 19:6, baptisan Roh digambarkan dengan kata kerja Yunani, ἔρχομαι (erchomai), yang berarti “datang.” Roh datang turun ke atas mereka dan bukannya memenuhi mereka. Kata kerja “mengisi” tidak pernah digunakan untuk menggambarkan baptisan Roh. Dengan demikian, baptisan Roh Kudus dan kepenuhan Roh Kudus adalah dua hal yang berbeda. Kepenuhan Roh Kudus hanya menggambarkan efek atau hasil dari baptisan Roh, bukan baptisan itu sendiri.
Ketiga, jika baptisan Roh Kudus sama dengan kepenuhan Roh Kudus, lalu bagaimana seorang Kristen dapat memenuhi perintah dalam Efesus 5:18, agar “penuh dengan Roh”? Bagaimana seorang Kristen dapat dibaptis dengan Roh atas kemauannya sendiri? Baptisan Roh Kudus bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan sendiri oleh orang-orang Kristen, namun dilakukan oleh Allah bagi orang percaya, di luar kendali mereka. Orang-orang percaya dalam Kisah Para Rasul 2, 8, 10, dan 19 tidak melakukan hal khusus apa pun agar dibaptis oleh Roh Kudus. Mereka semata-mata diberikan baptisan Roh oleh Tuhan dengan atau tanpa doa atau penumpangan tangan oleh para rasul. Dalam Kisah Para Rasul 1:4, Yesus hanya meminta para murid untuk menunggu Roh turun ke atas mereka. Dia tidak memerintahkan mereka untuk melakukan hal khusus agar dibaptis dengan Roh. Jika seorang Kristen merasa harus melakukan sesuatu hal yang khusus agar bisa dibaptis dengan Roh dan mengalami lidah api dalam Kisah Para Rasul 2, maka mereka akan bingung, frustrasi, dan mungkin berpikir ada yang salah dengan dirinya.
Apa yang dimaksud dengan baptisan Roh Kudus dan kepenuhan Roh Kudus? Menurut 1 Korintus 12:13, baptisan Roh Kudus artinya Yesus telah menyelamkan atau menempatkan orang-orang percaya ke dalam tubuh Kristus melalui Roh Kudus. Kisah Para Rasul 2 adalah permulaan masa gereja. Ketika seseorang dibaptis dengan Roh Kudus, hasilnya adalah kepenuhan Roh Kudus, yang memberi kuasa kepada orang percaya untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia dan menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22).
Penampakan jelas Roh Kudus dalam bentuk lidah-lidah api dan semua orang berkata-kata dalam bahasa lidah dalam Kisah Para Rasul 2 merupakan peristiwa khusus yang menandai peralihan pekerjaan Tuhan dari Israel kepada gereja dan dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Sebagaimana tanda-tanda supernatural menyertai penetapan Perjanjian Lama, demikian pula tanda-tanda supernatural menyertai penetapan Perjanjian Baru.
Penampakan jelas Roh Kudus juga diberikan untuk mempersatukan umat Kristen Yahudi dan non-Yahudi. Orang Yahudi sebelumnya dilarang bergaul dengan orang non-Yahudi atau memasuki rumah mereka (Kisah Para Rasul 10:28). Untuk menjembatani perpecahan ini dalam tubuh gereja, penampakan jelas Roh Kudus sungguh diperlukan. Orang-orang Kristen Yahudi mula-mula merasa terkejut dan marah saat Petrus masuk ke dalam rumah Kornelius (Kisah Para Rasul 11:3). Namun, setelah mereka mendengar bahwa bahkan orang-orang non-Yahudi pun dibaptis oleh Roh Kudus, orang-orang percaya Yahudi itu akhirnya menerima orang-orang non-Yahudi tersebut.
Baptisan khusus Roh Kudus ini yang disertai dengan setiap orang berbahasa lidah hanya dapat terjadi dengan kehadiran para rasul. Mereka memegang otoritas tertinggi di dalam gereja dan menerima kuasa khusus untuk mendemonstrasikan otoritas mereka (2 Korintus 12:12). Bahkan para nabi pun tidak berkuasa untuk menyebabkan kejadian khusus ini yaitu baptisan Roh Kudus yang disertai dengan berbahasa lidah. Dalam Kisah Para Rasul 8, ketika Filipus memberitakan Injil kepada orang-orang Samaria, mereka menjadi percaya namun belum dibaptis oleh Roh sampai pada saat Petrus dan Yohanes menumpangkan tangan ke atas mereka dalam Kisah Para Rasul 8:17. Filipus adalah seorang nabi karena dia mengadakan mukjizat seperti nabi-nabi Perjanjian Lama (Kisah Para Rasul 8:6) dan keempat putrinya pun memiliki karunia untuk bernubuat (Kisah Para Rasul 21:8-9). Setelah semua rasul meninggal, tidak ada baptisan khusus Roh Kudus yang dapat terjadi. Setelah para rasul, orang percaya baru hanya diberikan Roh Kudus, dimeteraikan oleh-Nya (Ef. 1:13-14), tanpa penampakan khusus Roh Kudus yang terlihat.
Selain itu, jelas dari 1 Kor. 12:29-30, bahwa tidak semua orang Kristen seharusnya memiliki karunia berbahasa lidah. Semua orang Kristen memiliki karunia yang berbeda-beda. Akan tetapi, semua orang Kristen secara otomatis dibaptis atau diselamkan ke dalam tubuh Kristus oleh Roh ketika ia sungguh-sungguh percaya kepada Yesus untuk pertama kalinya, menurut 1 Korintus 12:13. Ini adalah alasan lain mengapa berbahasa lidah sebenarnya bukan merupakan norma dari baptisan Roh. Bahkan dalam Kisah Para Rasul, meskipun Paulus melakukan tiga perjalanan misi, hanya Kisah Para Rasul 19:6 yang menyebutkan baptisan Roh Kudus karena para murid hanya telah mendengar tentang baptisan Yohanes. Kecuali Kisah Para Rasul 19:6, tidak ada catatan tentang Paulus menjalankan baptisan Roh yang disertai dengan berbahasa lidah. Dalam Kisah Para Rasul 13:52, hanya dikatakan bahwa murid-murid dipenuhi dengan sukacita dan Roh, tanpa disebutkan adanya suatu baptisan Roh khusus yang disertai dengan semua orang berbahasa lidah. Inilah satu lagi indikasi bahwa baptisan khusus Roh yang disertai dengan berbahasa lidah itu tidak normatif. Jika bersifat normatif, maka semua orang Kristen akan memiliki karunia berbahasa lidah dan 1 Kor. 12:29-30 tidak akan masuk akal. Setelah para rasul dan para nabi meninggal, sepanjang sejarah gereja, berbahasa lidah bukanlah hal yang umum. Beberapa bapa gereja mula-mula, seperti Krisostomus, Agustinus, Teodoretus dari Sirus, dan lain-lain; bersaksi bahwa penggunaan bahasa lidah secara teratur seperti yang dijelaskan dalam 1 Kor. 14 tidak ada dalam hidup mereka.
Terlebih lagi, karunia berbahasa lidah itu adalah karunia untuk bernubuat dalam bahasa manusia yang sebelumnya tidak dipelajari oleh pembicaranya. Karunia berbahasa lidah bukanlah satu bahasa doa yang bersifat khusus. Bahkan pada awal mula Gerakan Pentakosta di Azusa Street, berbahasa lidah tidak dipandang sebagai bahasa doa yang membuat seseorang lebih dekat kepada Allah. Ada setidaknya empat ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa berbahasa lidah adalah karunia bernubuat. Pertama, menurut 1 Korintus 14:5, apabila karunia berbahasa lidah itu bisa diterjemahkan sehingga yang mendengarnya bisa memahaminya, maka karunia berbahasa lidah itu sama dengan karunia untuk bernubuat karena perbedaannya hanyalah bahwa bahasa lidah itu disampaikan dalam suatu bahasa asing yang tidak dipahami oleh jemaat. Kedua, ketika Petrus mengutip Yoel 2 dalam Kisah Para Rasul 2:17, tidak disebutkan “anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan berbahasa lidah,” tetapi bahwa mereka akan bernubuat. Ketiga, dalam Kisah Para Rasul 2:4, dikatakan bahwa Roh memberi mereka kemampuan untuk berkata-kata. Kata Yunani, ἀποφθέγγομαι (apophthengomai), untuk “ucapan” sering digunakan dalam LXX untuk berarti bernubuat. Terakhir, dalam Kisah Para Rasul 19:6, dikatakan bahwa orang-orang percaya berbahasa lidah dan bernubuat. Oleh karena itu, karunia berbahasa lidah bukanlah bahasa doa yang mendekatkan pembicaranya kepada Allah, melainkan karunia bernubuat dalam bahasa asing manusia yang tidak dipelajari secara alami oleh pembicaranya. Maka itu, sang pembicara tidak memahami apa yang dinubuatkan, kecuali pembicara tersebut memiliki kemampuan untuk menerjemahkannya (1 Kor. 14:13).
Kepenuhan Roh Kudus merupakan efek atau hasil dari baptisan Roh Kudus. Baptisan Roh terjadi secara otomatis ketika seseorang pertama kali dan sungguh-sungguh percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Tidak ada perintah bagi orang percaya untuk terus menerus dan berulang kali mencari baptisan Roh. Namun, perintah untuk penuh dengan Roh berarti orang percaya harus membiarkan Roh yang mengendalikan mereka, bukan dosa yang mengendalikan mereka (Gal. 5:16-26). Setelah seseorang yang baru percaya sudah didiami oleh Roh Kudus, orang percaya itu tetap perlu untuk membiarkan Roh mengendalikan hidupnya. Orang-orang percaya diperintahkan untuk berulang kali dan terus menerus penuh dengan Roh dalam Ef. 5:18. Salah satu cara untuk penuh dengan Roh adalah untuk menjadi penuh dengan Firman Allah di dalam Alkitab, karena sang Roh yang menulis Alkitab. Ketika seseorang penuh dengan Roh, orang tersebut juga penuh dengan Firman – dan hasil dari kehidupan seorang Kristen di Ef. 5:18-21 sama dengan Kolose 3:16-17.
Kesimpulannya, baptisan Roh berbeda dengan kepenuhan Roh. Sangat penting bagi kita untuk memahami perbedaannya. Kalau tidak, orang-orang percaya bisa menjadi bingung, frustrasi, atau berpikir ada yang salah dengan diri mereka karena belum mengalami lidah-lidah api dan berbahasa lidah seperti di Kisah Para Rasul 2. Empat kejadian khusus baptisan Roh dalam Kisah Para Rasul 2, 8, 10 dan 19 tidak bersifat normatif, namun menunjukkan masa transisi dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru dan dari Israel ke gereja. Tidak ada keperluan bagi orang Kristen mana pun untuk mencari pengalaman-pengalaman ini. Hal terpenting yang harus dilakukan oleh orang yang tidak percaya adalah percaya kepada Yesus. Ketika mereka sungguh-sungguh dan pertama kalinya percaya, mereka akan secara otomatis menerima sang Roh dan dibaptis oleh Roh ke dalam tubuh Kristus. Hal terpenting yang harus dilakukan umat Kristen adalah untuk penuh dengan Roh melalui penuh dengan Alkitab sang Roh dan berupaya menghasilkan buah Roh dalam hidup mereka (Gal. 5:22).
The Difference between the Baptism of the Holy Spirit and the Filling of the Holy Spirit
John Zheng | Tuesday, March 26 2024
Some people have asked about the term “bahasa roh” which is used by Alkitab TB (Terjemahan Baru). It is crucial to know that the said term was a mistranslation, which has been revised into “bahasa lidah” in Alkitab TB2 (Terjemahan Baru 2). The correct translation is bahasa roh lidah.
In Acts 1:5, Jesus promised the baptism of the Holy Spirit. This promise was fulfilled in Acts 2:3, when the Spirit like tongues of fire rested on the believers. In the subsequent verse, in Acts 2:4, it says the believers were filled with the Holy Spirit. In Eph. 5:18, believers are commanded to be filled with the Spirit. Does that mean believers are commanded to be baptized with the Holy Spirit as experienced in Acts 2? The answer is clearly no because of three reasons.
First, the Greek word, βαπτίζω (baptizō), for “baptism” — means the act of dipping or plunging something into water or liquid. The Greek word, πληρόω (plēroō), for “filling” — does not mean that. It means the act of making something full. For example, in Acts 2:13, believers were accused of being filled with wine. That does not mean they were dipped in wine but were filled with wine, meaning to be controlled or dominated by wine. Therefore, baptism and filling have two different meanings, especially when the verb “filled” is a passive verb.
Second, filling of the Holy Spirit does not describe the act of the baptism of the Holy Spirit, it only describes the effect or the result of being baptized with the Holy Spirit. In Acts 2:3. the Greek verb, καθίζω (kathizō), meaning “to rest on” — describes the act of the baptism of the Spirit. The filling of the Holy Spirit in the subsequent verse in 2:4 describes the effect or the result of the baptism of the Holy Spirit, not the baptism itself. Three other instances of the baptism of the Holy Spirit occurred in Acts 8:14-17; 10:44; 19:6, but the word “filling” is never used to describe the baptism of the Spirit. In Acts 8:16, the Greek word, ἐπιπίπτω (epipiptō), meaning “to fall on” — is used to describe the believers who had not been baptized by the Spirit (8:16-17). It, however, never said that the Spirit had not yet filled them. After the apostles prayed for them, only then v.17 says they received the Holy Spirit. In Acts 10:44, the baptism of the Spirit was described by the same Greek verb, ἐπιπίπτω (epipiptō) from Acts 8:16. The baptism of the Spirit was described as the Spirit falling on them, not filled them. In Acts 19:6, the baptism of the Spirit is described by the Greek verb, ἔρχομαι (erchomai), meaning “to come on.” The Spirit came on them instead of filling them. The verb “fill” is never used to describe the baptism of the Spirit. Therefore, the baptism of the Holy Spirit and the filling of the Holy Spirit are two different things. The filling of the Holy Spirit only describes the effect or result of the baptism of the Spirit, not the baptism itself.
Third, if the baptism of the Holy Spirit is the same as the filling of the Holy Spirit, then how can a Christian fulfill the command in Eph. 5:18, to be “filled with the Spirit”? How can a Christian be baptized with the Spirit of their own accord? The baptism of the Holy Spirit is not something that Christians can do, it is done by God for believers, outside of their control. The believers in Acts 2, 8, 10, and 19 did not do anything special to be baptized by the Holy Spirit. They were simply given the baptism of the Spirit by God with or without the prayer or laying of hands by the apostles. In Acts 1:4, Jesus simply asked the disciples to wait for the Spirit to come upon them. He did not command them to do something special in order to be baptized with the Spirit. If a Christian thinks they need to do something special in order to be baptized with the Spirit and experience the tongue of fire in Acts 2, then they will be confused, frustrated, and may think there is something wrong with themselves.
What is the meaning of the baptism of the Holy Spirit and the filling of the Holy Spirit? According to 1 Cor. 12:13, baptism of the Holy Spirit means that Jesus has immersed or placed believers into the body of Christ through the Holy Spirit. Acts 2 is the beginning of the age of the church. When someone is baptized with the Holy Spirit, the result is the filling of the Holy Spirit, which empowers believers to bring the gospel to the whole world and produce the fruit of the Spirit (Gal. 5:22).
The visible appearance of the Holy Spirit in the form of tongues of fire and everyone speaking in tongues in Acts 2 are special events that marked the transition of God’s work from Israel to the church and from the Old Covenant to the New Covenant. Just as supernatural signs accompanied the establishment of the Old Covenant, likewise supernatural signs accompanied the establishment of the New Covenant.
The visible appearance of the Holy Spirit was also given in order to unite the Jewish and gentile Christians. Jews were previously forbidden to have fellowship with gentiles or enter their houses (Acts 10:28). In order to bridge this division within the church, the visible appearance of the Holy Spirit was necessary. The early Jewish Christians were surprised and mad that Peter entered Cornelius’s house (Acts 11:3). However, after they heard that even gentiles were baptized by the Holy Spirit, the Jewish believers accepted the gentiles.
The special baptism of the Holy Spirit accompanied by everyone speaking in tongues could only occur with the presence of apostles. They had the highest authority in the church and were given special power to demonstrate their authority (2 Cor. 12:12). Not even prophets could cause the special occurrence of the baptism of the Holy Spirit accompanied by speaking in tongues. In Acts 8, when Philip preached the gospel to the Samaritans, they believed but were not baptized by the Spirit until Peter and John laid hands on them in Acts 8:17. Philip was a prophet since he performed miracles like OT prophets (Acts 8:6) and his four daughters were prophetesses (Acts 21:8-9). After all the apostles died, no special baptism of the Holy Spirit can occur. After the apostles, new believers are simply given the Holy Spirit, sealed by Him (Eph. 1:13-14), without the special visible appearance of the Holy Spirit.
Besides, it is clear from 1 Cor. 12:29-30, that not all Christians are supposed to have the gift of speaking in tongues. All Christians have different gifts. However, all Christians are automatically baptized or immersed into the body of Christ by the Spirit when a person truly believes in Jesus for the first time, according to 1 Cor. 12:13. This is another reason why speaking in tongues is not actually the norm at baptism of the Spirit. Even within Acts, even though Paul undertook three missionary journeys, only Acts 19:6 mentioned the baptism of the Holy Spirit because the disciples had only heard about the baptism of John. Except for Acts 19:6, there is no record of Paul performing baptism of the Spirit accompanied by speaking in tongues. In Acts 13:52, it only said the disciples were filled with joy and the Spirit, with no mention of a special baptism of the Spirit accompanied by everyone speaking in tongues. This is another indication that the special baptism of the Spirit accompanied by speaking in tongues is not normative. If it were normative, then all Christians would have the gift of speaking in tongues and 1 Cor. 12:29-30 would make no sense. After the apostles and prophets died, throughout church history, speaking in tongues were not common. Some early church fathers, such as Chrysostom, Augustine, Theodoret of Cyrus, and others; testified that the regular use of tongues as described in 1 Cor. 14 was not present in their lifetime.
Furthermore, the gift of speaking in tongues is the gift to prophesy in a human language that the speaker did not learn naturally. It is not a special prayer language. Even in the beginning of the Pentecostal Movement at Azusa Street, speaking in tongues was not viewed as a praying language that causes someone to be closer to God. There are at least four verses in the Bible that indicate speaking in tongues is the gift of prophecy. First, according to 1 Cor. 14:5, if the gift of tongues can be translated so that the audience can understand it, then it is equal to the gift of prophesy since the only difference is that tongues is delivered in a foreign language that the congregation does not understand. Second, when Peter quoted Joel 2 in Acts 2:17, it does not say “your sons and daughters will speak in tongues,” but that they would prophesy. Third, in Acts 2:4, it says the Spirit gave them utterance. The Greek word, ἀποφθέγγομαι (apophthengomai), for “utterance” is often used in the LXX to mean prophesying. Finally, in Acts 19:6, it says that the believers spoke in tongues and prophesied. Therefore, the gift of tongues is not a prayer language that gets the speaker closer to God, but the gift of prophecy in a foreign human language that the speaker did not learn naturally. Hence, the speaker does not understand what is being prophesied, unless the speaker has the ability to translate it (1 Cor. 14:13).
The filling of the Holy Spirit is the effect or result of the baptism of the Holy Spirit. The baptism of the Spirit automatically occurs when someone initially and truly believes Jesus as Savior and Lord. There is no command for believers to continuously and repeatedly seek the baptism of the Spirit. However, the command to be filled with the Spirit means believers should let the Spirit control them, instead of sin controlling them (Gal. 5:16-26). After a new believer has the Spirit dwelling within him or her, the believer still needs to let the Spirit control his or her life. Believers are commanded to repeatedly and continuously be filled with the Spirit in Eph. 5:18. One way to be filled with the Spirit is to be filled with God’s Word in the Bible, since the Spirit wrote the Bible. When one is Spirit-filled, the person is also Word-filled — and the result of a Christian’s life in Eph. 5:18-21 is the same as in Colossian 3:16-17.
To conclude, the baptism of the Spirit is different from the filling of the Spirit. It is very important that we understand the difference. If not, believers may be confused, frustrated, or think that there is something wrong with them because they have not experienced the tongues of fire and speaking in tongues like in Acts 2. The four special instances of baptism of the Spirit in Acts 2, 8, 10 and 19 are not normative, but demonstrate a transitional time from the Old Covenant to the New Covenant and from Israel to the church. There is no need for any Christian to seek these experiences. The most important thing for unbelievers to do is to believe in Jesus. When they truly and initially believe, they will automatically receive the Spirit and be baptized by the Spirit into the body of Christ. The most important thing for Christians to do is to be filled with the Spirit by being filled with the Spirit’s Bible and to seek to produce the fruit of the Spirit in their lives (Gal. 5:22).