Pengartian Mengenai “Allah” dan “Tuhan” dalam Alkitab

Artikel ini juga tersedia dalam Bahasa Inggris di bagian bawah halaman ini. This article is also available in English at the bottom part of this page.

John Zheng | Rabu, 10 April 2024

Sebelum Islam ada pada abad ke-7, kata “Allah” dalam bahasa Arab berarti “sang ilah.” Perincian kata “Allah” menunjukkan bahwa “Al” berarti sang dan komponen keduanya “lah” berasal dari kata “ilah.” Ini serupa dengan kata “Alkitab.” “Al” berarti sang dan “kitab” berarti buku — “sang buku.” “Allah” adalah kata umum, kata benda umum, yang digunakan oleh bangsa Arab untuk menyebut makhluk ilahi. Inilah sebabnya umat Kristen Arab menggunakan kata “Allah” untuk merujuk kepada-Nya. Bahkan orang Yahudi menggunakan kata “Allah” untuk menerjemahkan “Elohim” dalam Perjanjian Lama, yang artinya ilah. Oleh karena itu, di dalam Alkitab, “Allah” digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani “Elohim” dan kata Yunani “Theos” yang berarti ilah atau dewa.

“Allah” tidak digunakan untuk menerjemahkan nama pribadi Allah dalam Perjanjian Lama, yaitu Yahweh. Sebaliknya, Perjanjian Lama kebanyakan menggunakan “TUHAN” dengan huruf besar untuk menerjemahkan “Yahweh” (Kejadian 2:4-5; 1 Tawarikh 17:1; Mazmur 29:1; Maleakhi 1:1), dan terkadang “ALLAH” dengan huruf besar (Kejadian 15:2). Hal ini konsisten dengan banyak terjemahan Alkitab lainnya termasuk bahasa Inggris, yang sebagian besar menggunakan “LORD” dengan huruf besar untuk menerjemahkan “Yahweh,” namun terkadang juga menggunakan “GOD” dengan huruf besar. Alasan mengapa banyak terjemahan Alkitab melakukan hal ini adalah karena kepercayaan orang Yahudi  bahwa nama pribadi Allah – Yahweh — terlalu suci untuk diucapkan, dan oleh karena itu, orang-orang Yahudi menggunakan “Adonai,” yang berarti Tuhan, sebagai pengganti “Yahweh.” Baik Septuaginta maupun Perjanjian Baru mengikuti konvensi ini. Inilah mengapa banyak terjemahan Alkitab juga mengikuti konvensi ini, kecuali beberapa terjemahan seperti Legacy Standard Bible. Penting untuk dipahami bahwa praktik penggunaan huruf besar dengan “ALLAH” atau “GOD” hanya diperuntukkan kepada Perjanjian Lama, bukan di Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru tidak pernah menggunakan nama “Yahweh.” Ia hanya menggunakan kata Yunani “kurios” untuk merujuk pada Yahweh. Biasanya, hanya konteksnya yang akan menentukan apakah “kurios” mengacu pada Tuhan atau orang-orang. Ketika Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama, penting untuk mengacu pada bagian asli Perjanjian Lama untuk melihat apakah “kurios” mengacu pada Yahweh atau manusia. Contoh yang bagus mengenai hal ini adalah Mazmur 110:1, di mana “Yahweh” dan “tuan” digunakan secara berdampingan. Ketika Perjanjian Baru mengutip Mazmur 110:1, ia menggunakan kata yang sama “kurios” untuk menerjemahkan “Yahweh” dan “tuan.”

Mengenai “Tuhan” dalam Alkitab, “Tuhan” digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani “adonai” dan kata Yunani “kurios,” yang keduanya berarti tuan. Ketika kata “tuan” mengacu kepada Yahweh dalam Alkitab, maka diterjemahkan menjadi “Tuhan.” Namun, ketika “tuan” mengacu pada tuan manusia, maka diterjemahkan menjadi “tuan.” Pembedaan ini merupakan ciri khas menarik dari bahasa Indonesia yang tidak ada dalam bahasa Inggris.

Beberapa orang kebingungan ketika mereka menemukan “Allah” di dalam Alkitab. Mereka berpikir bahwa kata “Allah” mengacu pada Allah Islam dan namanya sebagai “Allah.” Namun penting untuk dipahami bahwa kata “Allah” dalam Alkitab digunakan sebagaimana orang Kristen telah menggunakan kata tersebut selama berabad-abad sebelum Islam ada pun. Kata “Allah” digunakan sebagai kata benda umum untuk ilah atau dewa. Itu tidak digunakan sebagai nama Allah dalam Alkitab. Ini adalah kata benda umum seperti “Tuhan.” Sekarang, umat Muslim menggunakan “Allah” seperti nama pribadi untuk pujaan tertinggi mereka. Namun, penting untuk dipahami bahwa penggunaan kata “Allah” dalam Alkitab dan penggunaan oleh umat Muslim berbeda dalam hal-hal penting ini. Selain itu, penggunaan “Allah” dalam Alkitab bukan berarti terjemahannya menyetujui Islam. Justru, Alkitab menyetujui bahasa umat Kristen yang berbahasa Arab.

Mari kita lihat contoh untuk memahami perbedaannya dengan lebih baik. Di Indonesia, banyak orang yang mempunyai nama dari kata benda umum. Misalnya, “mutiara” adalah kata benda umum, namun sebagian orang di Indonesia bernama “Mutiara.” Kedua penggunaan “mutiara” berbeda dan kita harus memahami perbedaan ini. Sama halnya dengan “Allah” dalam Alkitab dan Islam.

Situasi serupa juga terjadi di Amerika mengenai pelangi. Pelangi adalah tanda janji Tuhan bahwa Dia tidak akan menghakimi umat manusia yang jahat dengan banjir global lagi. Namun, pelangi telah dibajak oleh gerakan LGBTQ (walaupun mereka memodifikasinya menjadi hanya enam warna dari tujuh). Apakah itu berarti umat Kristiani seharusnya tidak boleh lagi menggunakannya atau berusaha menghindarinya? Menurut kami tidak. Kami pikir lebih baik bagi umat Kristen untuk menjelaskan perbedaan penggunaan pelangi, daripada menghindari atau membuang sang pelangi.

Kesimpulannya, penting bagi umat Islam dan Kristen untuk memahami perbedaan penggunaan “Allah” dalam Alkitab dan dalam Islam. Sebelum Islam ada pun, kata “Allah” telah digunakan oleh umat Kristen selama berabad-abad untuk-Nya. Akan tetapi, saat Islam muncul di abad ke-7, mereka menjadikan kata benda umum yang bukan hanya digunakan oleh umat Kristen, namun juga oleh umat non-Kristen, sebagai nama ilah mereka. Ini adalah mengapa demikian banyaknya kebingungan mengenai kata “Allah” ini. Jika kita terus mendidik orang-orang tentang kebenaran ini, kita dapat memperjelas kebingungan ini, memperkuat iman orang-orang percaya, dan bahkan menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengabarkan Injil.

 


The Meaning of “Allah” and “Tuhan” in Alkitab

John Zheng | Wednesday, April 10 2024

Before Islam even existed in the 7th century, the word “Allah” in Arabic means “the god.” A breakdown of the word “Allah” reveals that “Al” means the and the second component “lah” is from the word “ilah,” which simply means god. This is similar to the Indonesian word “Alkitab.” “Al” means the and “kitab” means book — “the book.” “Allah” was a generic word, a common noun, used by Arabic people to refer to divine beings. This is why Arabic Christians use “Allah” to refer to God. Even Jews used “Allah” to translate “Elohim” in the Old Testament, which means god. Therefore, in Alkitab (the Indonesian Bible), “Allah” is used to translate the Hebrew word “Elohim” and the Greek word “Theos” to mean deity or god.

“Allah” is not used to translate the personal name of God in the Old Testament, which is Yahweh. Instead, the Old Testament mostly uses all capitalized “TUHAN” to translate “Yahweh” (Genesis 2:4-5; 1 Chronicles 17:1; Psalm 29:1; Malachi 1:1), and sometimes all-capitalized “ALLAH” (Genesis 15:2). This is consistent with many other Bible translations including English, which uses mostly all capitalized “LORD” to translate “Yahweh,” but sometimes also uses all capitalized “GOD.” The reason many Bible translations do this is because of the Jewish convention that believes God’s personal name – Yahweh — is too holy to be pronounced, and therefore, the Jews used “Adonai,” meaning Lord, in the place of “Yahweh.” Both the Septuagint and the New Testament follow this convention. This is why many Bible translations also follow this convention, except for some few ones such as the Legacy Standard Bible. It is important to understand that the practice of using all capitalized “ALLAH” or “GOD” is only for the Old Testament, not in the New Testament, because the New Testament never uses “Yahweh.” It only uses the Greek word “kurios” to refer to Yahweh. Normally, only the context will determine whether the “kurios” is referring to God or to men. When the New Testament quotes the Old Testament, it is important to refer to the original Old Testament passages to see whether the “kurios” is referring to Yahweh or a human. A great example of this is Psalm 110:1, where “Yahweh” and “lord” are used side by side. When the New Testament quotes Psalm 110:1, it uses the same word “kurios” to translate both “Yahweh” and “lord.”

Regarding “Tuhan” in Alkitab, “Tuhan” is used to translate the Hebrew word “adonai” and the Greek word “kurios,” which both mean lord. When “lord” is referring to Yahweh in Alkitab, it is translated as “Tuhan.” However, when “lord” is referring to a human master, then it is translated as “tuan.” This distinction is an interesting feature of the Indonesian language that does not exist in English.

Some people are confused when they find “Allah” in Alkitab. They think that the word “Allah” refers to the Islamic God and his name as “Allah.” But it is important to understand that the word “Allah” in Alkitab is used in the way that Christians have used the word for centuries before Islam even existed. The word “Allah” is used as a common noun for deity or god. It is not used as a name for God in Alkitab. It is a common noun like “Tuhan.” Today, Muslims use “Allah” as a personal name for their supreme deity. However, it is important to understand that the usage of “Allah” in Alkitab and the usage by Muslims differs in these important ways. Furthermore, using “Allah” in Alkitab does not mean the translation is agreeing with Islam. On the contrary, Alkitab agrees with the language of Arabic-speaking Christians.

Let us look at an example to understand the difference better. In Indonesia, many people have names from common nouns. For example, “mutiara” is a common noun for “pearl,” but some people in Indonesia are named “Mutiara.” The two usages of “mutiara” are distinct and we must understand this difference. It is the same with “Allah” in Alkitab and Islam.

There is a similar situation in America about the rainbow. The rainbow is a sign of God’s promise not to judge evil humanity with a global flood again. However, the rainbow has been hijacked by the LGBTQ movement (although modified by them to only six colors instead of seven). Does that mean Christians should no longer use it or try to avoid it? We do not think so. We think it is better for Christians to explain the different usages of rainbow, instead of avoiding or discarding the rainbow.

In conclusion, it is important for both Muslims and Christians to understand the different usages of “Allah” in Alkitab and in Islam. Before Islam even existed, the word “Allah” was used by Christians for centuries to mean “God.” However, when Islam appeared in the 7th century, they turned a common noun that was used not only by Christians, but by non-Christians also, into the proper name of their deity. This is why there is so much confusion on this word “Allah.” If we continue to educate people of this truth, we can clarify the confusion, strengthen believers’ faith, and even use it as an opportunity to share the gospel.