John MacArthur | Jumat, 8 Januari, 2024
Berikut adalah terjemahan dari artikel “Christ Plus Mysticism” di Grace to You.
Mudah bagi kita untuk merasa inferior ketika berhadapan dengan seseorang yang mengetahui suatu hal yang tidak kita ketahui — apalagi ketika mereka memiliki informasi yang sangat kita ingini. Selama berabad-abad, para tokoh-tokoh mistis religius sudah selalu bekerja keras untuk menyinggung bahwa gereja mengalami kekosongan yang serupa, yang katanya adalah satu kekosongan yang hanya bisa diisi mereka.
Ketika rasul Paulus menuliskan surat rasulinya kepada jemaat di Kolose, orang-orang percaya di sana sedang diintimidasi oleh sekumpulan orang yang mengaku-ngaku memiliki kesatuan yang lebih tinggi, lebih luas, lebih dalam, dan lebih penuh dengan Allah dibandingkan apa yang bisa diberikan oleh Kristus saja. Merekalah tokoh-tokoh mistis itu. Mereka membuat klaim pernah berinteraksi dengan malaikat-malaikat melalui penglihatan-penglihatan dan pengalaman-pengalaman gaib lainnya. Paulus berkata tentang mereka:
Rupanya tokoh-tokoh mistis di Kolose itu mengklaim bahwa setiap orang yang tidak memiliki penglihatan-penglihatan esoteris semacam itu atau tidak menganut ajaran-ajaran serupa tidak masuk hitungan dalam kelompok yang meraih anugerah kerohanian yang sejati. Kenyataannya, justru tokoh-tokoh mistis itu sendirilah yang tidak masuk hitungan.
Mistisisme adalah satu ide yang mengajarkan bahwa pengenalan langsung mengenai Allah atau realitas tertinggi itu harus dicapai melalui intuisi pribadi dan subjektif, atau pengalaman yang terlepas, ataupun yang bertentangan, dengan fakta-fakta sejarah atau pewahyuan ilahi yang objektif. Arthur Johnson, seorang profesor dari West Texas State University, menjabarkannya:
Ketika kita berbicara mengenai satu pengalaman mistik, kita sedang menunjuk pada satu kejadian yang sepenuhnya berada dalam diri seseorang. Kejadian itu sepenuhnya subjektif. . . . Meskipun orang mistis itu mungkin melewati pengalaman itu karena terpicu oleh peristiwa-peristiwa atau objek-objek dari luar dirinya (misalnya terbenamnya matahari, suatu karya musik, seremoni religius, atau bahkan sebuah kegiatan seksual), pengalaman mistis itu sepenuhnya adalah kejadian yang bersifat batin. Hal tersebut tidak mengandung aspek-aspek esensial yang ada di luar orang itu di alam fisik. . . . Pengalaman mistis pada dasarnya adalah suatu kejadian emosional, bukannya yang bersifat kognitif. . . . Kualitas-kualitas utama dari pengalaman mistis ini lebih erat kaitannya dengan intensitas emosi, atau suasana hati, dari pada fakta-fakta yang bisa dinilai dan dimengerti secara rasional. Sekalipun hal itu benar, hal itu sendiri adalah cara yang jauh dari memadai untuk menjelaskan pengalaman mistis tersebut. Pengaruh dari pengalaman itu kadang-kadang sedemikian kuat sehingga orang yang mengalaminya itu seluruh hidupnya berubah. Emosi biasa tidak bisa mengakibatkan perubahan semacam itu.
Selanjutnya, dari emosi semacam inilah timbul suatu karakteristik yang lain, yaitu sifat “pembenaran diri sendiri.” Orang mistis jarang mau mempertanyakan manfaat atau nilai dari pengalamannya itu. Akibatnya, apabila ia menganggap bahwa itu memberikannya informasi, kecil kemungkinannya ia akan mempertanyakan kebenaran dari “pengetahuan” yang baru didapatnya itu. Klaim bahwa pengalaman pengalaman mistis adalah “cara-cara untuk mengetahui” kebenaran sangatlah penting untuk memahami gerakan-gerakan religius yang kita lihat hari ini.
Umum khususnya dalam gerakan karismatik, mistisisme modern menganut suatu konsep iman yang pada akhirnya menolak realitas maupun rasionalitas. Memerangi akal budi dan kebenaran, mistisisme modern bertentangan langsung dengan Kristus dan Kitab Suci. Ia dengan sangat cepat menyebar karena menjanjikan apa yang banyak orang cari: sesuatu yang lebih, yang lebih baik, yang lebih lengkap, yang lebih mudah — sesuatu yang cepat dan mudah untuk menggantikan hidup yang dengan hati-hati dan disiplin menaati perkataan Kristus. Dan karena banyak sekali yang tidak memiliki kepastian bahwa kecukupan mereka terpenuhi di dalam Kristus, mistisisme telah menjerat banyak orang Kristen secara tidak sadar. Mistisisme modern telah menyapu sebagian besar gereja yang memiliki pengakuan iman menuju ke dalam dunia maut yang berbahaya di mana kekacauan dan ajaran sesat berada.
Mistisisme telah menyebabkan satu iklim teologis yang pada umumnya tidak menyukai doktrin yang tepat dan penafsiran alkitabiah yang sehat. Perhatikan, misalnya, betapa populernya kini orang mencemooh doktrin, pengajaran Alkitab yang sistematis, penafsiran yang teliti, atau pemberitaan Injil secara berani. Kebenaran yang mutlak dan kepastian yang rasional sekarang sudah tidak musim lagi. Khotbah yang alkitabiah yang menekankan otoritas Kitab Suci kini dicela karena dianggap terlalu dogmatis. Semakin jarang hari ini kita mendengar seorang pengkhotbah yang berani berdiri melawan opini yang populer dengan pengajaran yang jelas dari Firman Tuhan dan yang menggarisbawahi kebenaran itu dengan satu pernyataan tegas dan mantap, “Demikianlah Tuhan berfirman.”
Ironisnya, kini telah muncul satu kawanan baru dari orang-orang yang menunjuk diri mereka sendiri sebagai nabi-nabi. Para penipu religius ini menggembar-gemborkan mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan mereka dengan satu ungkapan yang berbeda, “Tuhan mengatakan kepada saya. . . .” Itulah mistisisme, dan itulah yang memangsa orang-orang yang masih mencari-cari kebenaran rahasia yang mereka kira perlu ditambahkan ke atas kesahajaan Firman Tuhan, yang sudah sepenuhnya cukup, dan yang telah diberikan sekali untuk selama-lamanya.
Seorang pendeta karismatik yang terkenal berkata kepada saya bahwa pada suatu pagi ketika ia sedang mencukur, Yesus dating ke dalam kamar mandinya dan merangkulnya dan mengobrol dengannya. Apakah ia sungguh-sungguh percaya bahwa semuanya itu terjadi? Saya tidak tahu. Mungkin saja ia ingin agar orang merasa percaya bahwa ia lebih intim dengan Kristus dibandingkan kebanyakan dari kita. Bagaimanapun juga, pengalamannya itu sangat kontras ketika dibandingkan dengan catatan Alkitab tentang penglihatan-penglihatan sorgawi. Yesaya sangat ketakutan saat ia melihat Tuhan, dan seketika itu juga mengakui dosanya (Yesaya 6:5). Manoah cemas akan hidupnya, sehingga berkata kepada isterinya, “Kita pasti mati, sebab kita telah melihat Allah” (Hakim-hakim 13:22). Ayub bertobat dalam debu dan abu (Ayub 42:5-6). Para murid-murid sungguh bergentar (Lukas 8:25). Petrus berkata kepada Yesus, “Tuhan, pergilah dari hadapanku, karena aku ini seorang berdosa.” (Lukas 5:8). Mereka semua merasa kewalahan akibat menyadari betapa penuhnya diri mereka dengan dosa-dosa, dan takut akan penghakiman. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengobrol dengan santainya sambil bercukur di hadapan Allah yang kekudusan-Nya tak terbatas itu?
Sebuah koran lokal pernah menuliskan tentang klaim seorang penginjil televisi yang tenar dimana saat ia sedang tidur di rumah, tiba-tiba saja ia mengatakan Iblis sendiri muncul, mencengkeram lehernya dengan kedua tangannya dan berusaha untuk mencekiknya sampai mati. Ketika ia berteriak, isterinya bergegas masuk ke dalam kamar dan berhasil mengusir si setan. Selama bertahun-tahun orang ini berulang kali menceritakan pengalaman-pengalaman aneh lainnya.
Sejujurnya saya tidak percaya cerita-cerita semacam itu. Terlepas dari fakta bahwa cerita-cerita itu seringkali tidak sejalan dengan kebenaran alkitabiah, cerita-cerita itu juga mengalihkan orang dari kebenaran Kristus. Orang mulai mengejar pengalaman-pengalaman paranormal, fenomena supernatural, dan pewahyuan-pewahyuan khusus — seolah-olah sumber-sumber kita di dalam Kristus masih belum cukup. Mereka memintal pandangan mereka tentang Allah dan kebenaran rohani dari perasaan mereka yang mereka benarkan dan hasilkan sendiri, yang sudah menjadi lebih penting bagi mereka daripada Alkitab. Mereka mengarang-ngarang pengalaman-pengalaman itu dalam benak mereka lalu kemudian mengembangkan satu sistem kepercayaan yang sama sekali tidak benar, membuka lebar diri mereka sendiri kepada dusta-dusta lainnya dan bahkan pengaruh roh-roh jahat. Inilah warisan dari mistisisme.
Mistisisme juga merusak kearifan. Untuk apa lagi orang memikirkan diri sendiri atau membandingkan segala yang diajarkan kepada mereka itu dengan Kitab Suci apabila pengajar-pengajar mereka mengaku telah menerima kebenaran secara langsung dari surga? Demikianlah mistisisme menjadi alat di mana para pemimpin yang jahat bisa menggerakkan orang untuk memberikan uang dan penghormatan kepada mereka, melalui pengalaman-pengalaman karangan yang mereka mainkan untuk orang-orang yang mudah tertipu.
Pendeta dari satu gereja yang cukup besar di wilayah kita suatu ketika ingin memindahkan lokasi gerejanya. Gagasan ini kurang disambut baik oleh beberapa anggota jemaat, namun sang pendeta meyakinkan mereka bahwa itu adalah kehendak Allah melalui mistisisme. Ia berkata kepada jemaatnya bahwa dalam tiga kali kesempatan yang berbeda Tuhan sendiri berbicara kepadanya dan menyuruhnya untuk memindahkan gereja itu ke satu lokasi tertentu. Pendeta ini menyatakan bahwa pada kesempatan yang ketiga itu Tuhan berkata kepadanya, “Waktunya sudah tiba. Serahkan masalah itu kepada-Ku. Aku akan bekerja pada banyak hati. Beberapa tidak akan mengerti. Beberapa tidak akan mengikuti. Kebanyakan akan. Perilah, dan lakukan tugas-Ku.” Pernyataan ini dikutip langsung dari warta gereja itu.
Ketika pendeta itu mempresentasikan rencananya itu kepada jemaatnya, ia menyamakannya dengan tantangan yang diberikan oleh Yosua dan Kaleb kepada bangsa Israel untuk memasuki tanah perjanjian (Bilangan 13:30). Kemudian ia menambahkan:
Inilah intimidasi klasik dari daya tarik mistisisme! Orang ini berhasil melepaskan semua tanggung jawab atas rencananya itu dan melemparnya kepada Allah. Dengan ini ia merebut hak jemaat dan para pemimpin lain di gereja itu untuk memberikan keputusan mereka, dan menaruhnya pada perasaannya yang tak dapat dipercaya itu. Ia menyiratkan bahwa siapa pun yang tidak setuju dengan rencananya sedang menentang kehendak Allah dan harus siap menanggung resiko yaitu menerima nasib yang sama dengan orang-orang Israel yang tidak percaya saat menolak untuk masuk ke tanah Kanaan!Mungkin saja Allah memang ingin gereja itu untuk pindah —bukan itu masalahnya. Keputusan pendeta itu untuk mengikuti perasaannya sendiri, perasaan yang mistis, subjektif, dan yang ia benarkan sendiri itulah yang keliru. Kitab Suci sudah jelas mengajarkan bagaimana keputusan semacam itu harus diambil — berdasarkan kesepakatan berhikmat yang datang dari doa-doa para penatua yang dipenuhi Roh Kudus yang mencari kehendak hati Tuhan seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci, bukan berdasarkan tingkah mistis dari satu orang.Mereka yang akrab dengan televisi Kristen di tahun 1980-an tentu ingat betapa bejatnya klaim Oral Roberts yang mengatakan bahwa Allah akan membunuhnya apabila para pendengarnya tidak mengirimkan delapan juta dollar ke rekening organisasinya. Selama bertahun-tahun ia mengajukan permohonan-permohonan luar biasa semacam itu — dari janji-janji menerima mujizat untuk donasi uang dalam jumlah tertentu, sampai mengklaim bahwa Allah akan mewahyukan kepadanya obat penyembuh kanker apabila semua orang mau mengirimkan sekian ratus dollar untuk dia. Pemerasan semacam ini bisa terjadi karena terlalu banyak orang Kristen yang tidak menyadari kesesatan mistisisme. Mereka ingin terlibat dalam pekerjaan Allah namun mereka tidak tahu bagaimana cara menjadi peka secara alkitabiah. Akibatnya mereka menjadi tidak berhikmat dalam pemberian mereka. Beberapa mengirimkan uang dalam jumlah yang sangat besar dengan harapan untuk membeli sebuah mujizat. Mereka berpikir bahwa dengan melakukan itu mereka sedang mendemonstrasikan iman yang besar, padahal sesungguhnya mereka justru sedang memperlihatkan ketidakpercayaan akan kecukupan dari Kristus. Apa yang mereka sangka sebagai iman di dalam Kristus sesungguhnya adalah keraguan yang sedang mencari bukti. Orang-orang yang demikian lemah ini adalah korban yang gampang termakan oleh janji-janji palsu mistisisme.Para pengkhotbah yang berani melawan ajaran-ajaran mistis sering dicap suka menghakimi, tidak mengasihi, atau senang memecah-belah. Dengan demikian mistisisme telah menanamkan suatu toleransi terhadap ajaran sesat dan sembarangan. Namun mandat Alkitab sudah jelas: Kita harus “berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya” (Titus 1:9).
Tidak ada realitas mistis yang lebih di atas. Kristus adalah segalanya dan di dalam segala sesuatu. Berpeganglah dengan erat pada-Nya. Tumbuhkanlah kasihmu kepada Kristus. Di dalam Kristus sajalah Anda menjadi lengkap!