John MacArthur | Jumat, 5 Januari, 2024
Berikut adalah terjemahan dari artikel “Christ Plus Legalism” di Grace to You.
Bertahun-tahun silam seorang rekan kuliah berkata kepada saya, “Aku tidak menganggapmu sebagai seseorang yang benar-benar rohani.”
Saya bingung sebab dia bukan orang yang cukup mengenal saya secara dekat sehingga bisa menarik kesimpulan itu — maka saya bertanya balik mengapa ia mengatakan demikian.
“Sebab kamu tidak pergi ke acara persekutuan doa pada pertengahan minggu,” jawabnya.
” Apa urusannya itu dengan kerohanianku?” jawab saya. “Supaya kamu tahu saja kadang aku menghabiskan waktu seharian dan semalaman untuk berdoa.”
“Tidak,” katanya. “Orang yang rohaniah pasti datang di acara-acara persekutuan doa.”
Apabila kenalan saya ini mengatakan bahwa setiap orang yang rohani pasti berdoa, tentu saya akan setuju — bahkan mengakui bahwa saya perlu berdoa dengan lebih setia lagi dan dengan lebih tekun lagi. Tetapi menghakimi seseorang karena ia tidak mengikuti peraturan buatan manusia atau ritual-ritual agamawi adalah legalisme. Yesus berulang kali menghadapi hal ini saat Ia bertentangan dengan orang-orang Farisi. Paulus memperingatkan tentang hal ini di Kolose 2:16-17: “Karena itu, jangan biarkan orang menghakimi kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan wujudnya ialah Kristus.”
Paulus sedang menanggapi orang-orang legalistik dalam gereja yang pada dasarnya, percaya bahwa satu hubungan yang hanya personal, vital, dan mendalam dengan Kristus masih tetap belum cukup untuk memuaskan Allah. Mereka menambahkan peraturan-peraturan dan persyararan-persyaratan yang mengatur pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang mereka anggap sangat perlu bagi kerohanian — aturan-aturan soal makanan dan minuman, cara berpakaian dan penampilan, ritual-ritual agamawi, dan sebagainya. Pada era tata cara Musa, Allah memberikan banyak hukum-hukum eksternal semacam itu untuk melindungi bangsa Israel dari interaksi sosial dengan bangsa-bangsa pagan rusak dan sekaligus untuk memberikan gambaran akan realitas rohani yang tidak nampak yang kelak akan digenapi di dalam Kristus.
Paulus juga mengatakan, ” Sebab kitalah orang-orang bersunat yang beribadah oleh Roh Allah dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak mengandalkan hal-hal lahiriah” (Filipi 3:3). Apa yang ia maksud? Ayat 4-9 menjawabnya:
Sekalipun aku juga ada alasan untuk mengandalkan hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat mengandalkan pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam menaati hukum Taurat aku tidak bercacat.
Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena menaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. (Filipi 3:4-9)
Tidak ada sunat secara lahiriah yang bisa menjadikan seseorang menjadi benar di hadapan Allah, hanya penyunatan sejati dari dosa-dosa melalui keselamatan di dalam Kristus.
Ketika Kristus datang, elemen-elemen seremonial dari hukum Taurat itu dikeluarkan sebab Dia adalah penggenapan dari segala yang diisyaratkannya. Namun demikian, para legalis di gereja mula-mula tetap mendesak agar semua seremonial itu — termasuk di dalamnya sunat, peraturan Sabat, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan makanan — harus tetap dipelihara sebagai standar dari kerohanian seseorang. Karena para pengajar ini tidak sungguh-sungguh berkomitmen untuk mengasihi Yesus Kristus, maka yang mereka kenakan hanyalah selubung yang kelihatan suci dari luarnya saja, bukan kerohanian yang sejati.
Legalisme mereka itu secara langsung bertentangan dengan yang apa yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Yesus dengan jelas menerangkan bahwa hukum-hukum yang berhubungan dengan makanan adalah simbolis, dan tidak memiliki kemampuan untuk membenarkan seseorang, ketika Ia mengajarkan bahwa tidak sesuatu pun yang masuk ke dalam seseorang, dapat menajiskannya. Namun apa yang keluar dari seseorang (pikiran-pikiran jahat, kata-kata, dan semua ekspresi lainnya dari hati yang penuh dosa) itulah yang menajiskannya (Markus 7:15-23). Ini adalah satu pernyataan yang sangat mengejutkan karena orang Yahudi selalu percaya bahwa ada makanan-makanan tertentu yang bisa menajiskan tubuh. Mereka keliru memahami simbolisme dari hukum-hukum yang berhubungan dengan makanan, dan menyangka bahwa mengikutinya itu bisa membuat seseorang menjadi orang benar.
Dalam Kisah Para Rasul pasal 10 Petrus menerima satu penglihatan tentang bermacam-macam binatang yang Allah perintahkan agar ia bunuh dan makan. Ketika Petrus menyatakan penolakannya karena ia “belum pernah makan apa pun yang haram dan yang najis” (ayat 14), terdengarlah suara dari langit yang mengatakan, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” (ayat 15). Satu hari yang baru telah tiba. Allah sedang menyatakan kepada umat-Nya bahwa hukum-hukum yang berhubungan dengan makanan sudah tidak diberlakukan lagi. Petrus menangkap dan mengerti pesan itu (Kisah Para Rasul 10:28). Orang percaya sudah bebas dari keterikatan pada hukum itu, dimampukan oleh anugerah untuk memenuhi tuntutan kebenaran hukum itu tanpa perlu diperbudak lagi oleh detail-detail seremonialnya. Paulus merangkumnya di Roma 14:17: “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam Roh Kudus.“
Di 1 Timotius 4:1-5 Paulus memperingatkan:
Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa pada waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. Mereka melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa.
Injil yang mengajarkan usaha manusia bukanlah Injil sama sekali (Galatia 1:6-7; 5:2). Jika baptisan, doa-doa, puasa, memakai pakaian khusus, kehadiran di gereja, berbagai macam pantangan, atau tugas-tugas agamawi lainnya adalah hal-hal yang diperlukan untuk menerima keselamatan, maka itu berarti pekerjaan Kristus tidak benar-benar cukup. Itu menjadi penghinaan terhadap Injil.
Legalisme adalah ancaman yang berbahaya bagi gereja zaman sekarang sebagaimana serupa pada masa itu di Kolose. Bahkan di banyak gereja injili masih banyak orang yang keyakinan akan keselamatannya bersandar pada kegiatan-kegiatan agamawi melainkan dalam iman saja kepada Juruselamat yang mencukupi semuanya. Mereka menganggap diri sebagai orang Kristen karena mereka membaca Alkitab, berdoa, pergi ke gereja, atau melakukan pekerjaan-pekerjaan agamawi lainnya. Mereka menilai kerohanian berdasarkan tindakan-tindakan yang kelihatan di luar saja melainkan dari kasih internal untuk Kristus, rasa benci akan dosa, dan hati yang bertekad kepada ketaatan. Tentu saja membaca Alkitab, berdoa, dan persekutuan dengan sesama orang percaya bisa merupakan manifestasi dari pertobatan sejati. Namun ketika itu semua tidak berjalan bersama-sama dengan kesetiaan kepada Kristus sang Tuhan, maka semua itu hanyalah ritual-ritual agamawi yang tidak ada artinya, yang bahkan orang tidak percaya pun bisa melakukannya dan yang oleh karenanya mereka tertipu menuju kehancuran yang akan datang. Yesus sendiri mengatakan:
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Matius 7:22–23).
Jangan terintimidasi oleh tuntutan superfisial legalisme dari orang lain. Hendaklah segala perilakumu itu merupakan tumpahan kasihmu untuk Kristus dan keinginan-keinginan kudus yang dihasilkan oleh pekerjaan Roh yang tinggal dalam dirimu dan kehadiran Firman-Nya yang menetap dalam dirimu (Kolose 3:16).