Apakah Keselamatan Itu Mudah?

Matius 7:13-14

Jumat, 5 Januari 2024

John MacArthur

 

Berikut ini adalah kutipan dari Tafsiran Perjanjian Baru MacArthur mengenai Injil Matius 7.

Masuklah melalui pintu yang sempit, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;  karena sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya. (7:13–14, PBTB2). Inilah seruan yang disampaikan Yesus melalui keseluruhan isi khotbahNya. Dia memberikan panggilan [pada kita] untuk memutuskan pada saat ini juga mengenai apakah [kita] akan menjadi warganya Kerajaan Allah dan mewarisi kehidupan kekal atau tetap menjadi warga dunia yang telah terjatuh [dalam dosa] ini dan menerima penghukuman. Jalan menuju kehidupan tergantung pada syaratNya Tuhan saja. Jalan menuju kebinasaan tergantung pada syarat apa saja yang dikehendaki seseorang karena segala jalan, kecuali yang dipimpin Tuhan, akan mendatangkan nasib yang sama.

Yesus telah memberikan berbagai standarNya Allah dalam keseluruhan isi khotbahNya, yaitu berbagai standar yang kudus dan sempurna dan yang secara diametral bertentangan dengan berbagai standarnya manusia yang merasa dirinya benar, merasa puas dengan dirinya sendiri, dan yang munafik seperti yang dicontohkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dia telah menunjukkan seperti apa KerajaanNya, dan seperti apa umatNya dan seperti apa yang bukan umatNya. Kini, Dia menyediakan pilihan [bagi kita] untuk masuk ke dalam Kerajaan tersebut atau tidak. Pada bagian ini, Tuhan berfokus pada keputusan yang tak terhindarkan yang harus diambil setiap orang, yaitu pada persimpangan jalan ketika seseorang harus memutuskan gerbang mana yang akan dimasukinya, dan jalan mana yang akan ditempuhnya.

Hidup kita dipenuhi dengan berbagai keputusan – mengenai apa yang akan dipakai, apa yang akan dimakan, ke mana harus pergi, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dikatakan, apa yang akan dibeli, dengan siapa kita akan menikah, karier apa yang akan dijalani, dan seterusnya. Banyak keputusan yang sepele dan tidak penting. Namun, ada pula keputusan yang penting dan mengubah hidup. Yang paling penting dari semuanya adalah keputusan kita mengenai Yesus Kristus dan KerajaanNya. Itu adalah pilihan yang paling terutama yang menentukan nasib kita dalam kekekalan. Keputusan itulah yang diserukan Yesus untuk diambil oleh manusia.

Selaras dengan kedaulatan mutlakNya, Tuhan selalu mengizinkan manusia untuk memilih Dia atau tidak. Dia selalu memohon kepada manusia untuk mengambil keputusan untuk memilih Dia atau menghadapi konsekuensi dari pilihan yang melawan Dia. Sejak umat manusia berpaling daripadaNya pada peristiwa Kejatuhan, Tuhan telah melakukan segala upaya dan membayar setiap harga untuk membujuk makhluk ciptaanNya agar kembali kepadaNya. Dia telah menyediakan dan menunjukkan jalanNya; tidak memberikan apa pun kepada umat manusia selain pilihan. Tuhan membuat pilihanNya dengan menyediakan jalan penebusan. Pilihannya sekarang berada di tangan umat manusia.

Ketika bangsa Israel berada di padang gurun, Tuhan memerintahkan Musa untuk memberitahu bangsa itu, “Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya…” (Ula. 30:19–20, TB).

Setelah bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian, Yosua sekali lagi memperhadapkan bangsa itu dengan sebuah pilihan: terus melayani para dewa Mesir dan Kanaan yang telah diadopsi mereka atau kembali kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari Mesir, dan yang telah memberi mereka tanah yang dijanjikan kepada Abraham. “… pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah…” pinta Yosua (Yos. 24:13–15, TB).

Di Gunung Karmel, Nabi Elia bertanya kepada bangsa Israel, “… Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia…” (1 Raj. 18:21, TB). Tuhan memerintahkan Yeremia untuk kembali menentukan pilihan di hadapan umatNya: “… Beginilah firman TUHAN: ‘Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian'” (Yer. 21:8, TB).

Dalam Injil Yohanes 6:66–69 (PBTB2), Yesus menyerukan mengenai sebuah pilihan: “Mulai saat itu banyak muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Lalu kata Yesus kepada kedua belas muridNya, ‘Apakah kamu tidak mau pergi juga?’ Jawab Simon Petrus kepadaNya, ‘Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus dari Allah.'”

Itulah seruan yang disampaikan Tuhan kepada manusia sejak mereka berpaling dariNya. Itulah seruan yang tertinggi dari FirmanNya.

Dalam puisinya The Ways, penyair Inggris John Oxenham menulis: “Bagi setiap orang di sana terbuka

    Suatu Jalan, dan Berbagai jalan, dan suatu Jalan,

    Jiwa yang Tinggi mendaki Jalan yang Tinggi,

    Jiwa yang Rendah meraba-raba Jalan yang Rendah,

    Di sela-sela semuanya itu, di atas yang berkabut,

    Sisanya melayang ke sana sini.

    Namun, bagi setiap orang di sana terbuka

    Jalan yang Tinggi dan Jalan yang Rendah,

    Dan setiap orang memutuskan

    Sang Jalan mana yang akan dituju jiwanya”.

Dalam Khotbah di Bukit, Yesus kembali menyajikan pilihan yang hebat tersebut dari sekian banyak pilihan. Karena itu, khotbah ini tidak bisa begitu saja dikagumi dan dipuji karena nilai etikanya semata. Kebenarannya akan memberkati mereka yang menerima Sang Raja, namun akan menghakimi mereka yang menolakNya. Barangsiapa mengagumi jalanNya Tuhan, tetapi tidak menerimanya, maka ia berada di bawah penghakiman yang lebih besar karena ia [sebenarnya telah] mengakui bahwa ia mengetahui kebenaran.

Khotbah ini juga tidak hanya berlaku untuk Kerajaan Seribu Tahun kelak saja. Kebenaran yang diajarkan Yesus pada bagian ini adalah kebenaran yang hakikatnya diajarkan Allah dalam Perjanjian Lama dan keseluruhan isi Perjanjian Baru. Itu adalah kebenaran bagi umat Tuhan di segala zaman. Keputusan mengenai gerbang dan jalan yang mana selalu merupakan keputusan yang harus diputuskan sekarang juga.

Pilihannya adalah antara yang satu dan yang banyak – yang satu benar dan yang banyak salah; satu jalan yang benar dan banyak jalan yang salah. Seperti yang ditunjukkan John Stott, dalam Injil Matius 7:13–14 “Yesus memotong sinkretisme kita yang cuek” (Christian Counter-Culture [Downers Grove, Ill.: InterVarsity, 1978], hal. 193). Tidak banyak jalan menuju surga, tetapi hanya ada satu. Tidak banyak agama yang baik, tetapi hanya ada satu. Manusia tidak dapat datang kepada Tuhan melalui berbagai cara yang dirancang oleh manusia itu sendiri, tetapi hanya bisa melalui satu cara yang telah disediakan oleh Tuhan sendiri.

Perbedaan yang dibuat Yesus bukanlah antara agama dan non-agama, atau antara agama yang lebih tinggi dan agama yang lebih rendah. Juga, ini bukan mengenai perbedaan antara orang-orang yang baik dan jujur dengan orang-orang yang kejam dan jahat. Ini adalah perbedaan antara kebenaran ilahi dan kebenaran manusia (yang semuanya merupakan ketidakbenaran). Ini adalah perbedaan antara pewahyuan ilahi dan agama buatan manusia; antara kebenaran ilahi dan kepalsuan manusia; antara percaya kepada Tuhan dan percaya pada diri sendiri. Inilah perbedaan antara anugerahNya Allah dan amal ibadahnya manusia.

Selalu ada dua sistem agama di dunia. Yang pertama adalah sistemNya Tuhan yang berupa penyelesaian ilahi, dan yang lainnya adalah sistemnya manusia yang berupa pencapaian. Yang satu adalah agama berdasarkan anugerahnya Tuhan, dan yang lainnya adalah agama berdasarkan amal ibadahnya manusia. Yang satu adalah agama berdasarkan iman, yang lainnya adalah agama berdasarkan kedagingan. Yang satu adalah agama yang terkait dengan hati yang murni dan apa yang tidak terlihat, yang lainnya adalah agama yang terkait dengan kemunafikan dan apa yang terlihat. Dalam sistemnya manusia, ada ribuan bentuk dan nama agama, namun, semuanya itu dibangun berdasarkan pencapaiannya manusia dan inspirasinya Iblis. Sebaliknya, Kekristenan adalah agama berdasarkan penyelesaian ilahi; hanya ada satu agama yang demikian.

Bahkan hukum Taurat yang diberikan melalui Musa, meskipun bersifat ilahi, bukanlah sarana keselamatan, melainkan sarana untuk menunjukkan kebutuhannya manusia akan keselamatan. “Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa” (Rom. 3:20, PBTB2). Hukum Taurat datang untuk menunjukkan keberdosaan dan kesalahan kita di hadapan Allah, dan untuk menunjukkan kepada kita bahwa diri kita sendiri tidak akan mampu untuk menaati hukum Allah yang sempurna.

Namun, ketika manusia yang merasa dirinya benar dan egois melihat bahwa ia berdosa berdasarkan standarnya hukum Taurat, ia malah mengesampingkan hukum tersebut dan menciptakan standarnya sendiri. Dia menciptakan berbagai agama baru yang mengakomodasi kekurangannya dan yang dapat dicapai secara manusiawi. Karena itu, dengan memenuhi berbagai standar yang dapat dicapainya, manusia menganggap dirinya benar. Itulah yang dilakukan para rabi dan ahli Taurat sehubungan dengan berbagai tradisi mereka. Mereka menurunkan berbagai standar Allah, meninggikan penilaian mereka terhadap diri mereka sendiri, dan merasa telah mencapai kedudukan yang benar di hadapan Allah (Rom. 10:3). Jenis kebenaran yang dianggap berasal dari diri sendiri itulah yang dinyatakan Yesus tidak akan pernah membawa seseorang masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 5:20).

Dari bagian ini hingga sisa khotbahnya (ay.13-27) tersebut, Yesus berulang kali menunjukkan mengenai dua hal: perlunya [seseorang] memilih apakah akan mengikut Tuhan atau tidak, dan fakta mengenai pilihannya yang hanya ada dua. Ada dua pintu gerbang, yaitu yang sesak dan yang lebar; dua jalan, yaitu yang sempit dan yang luas; dua tujuan, yaitu kehidupan dan kebinasaan; dua kelompok, yaitu yang sedikit dan yang banyak; dua jenis pohon, yaitu yang baik dan yang buruk; yang menghasilkan dua jenis buah, yaitu yang baik dan yang buruk; dua kelompok orang yang mengaku beriman-percaya kepada Yesus Kristus, yaitu yang sejati dan yang palsu; dua jenis tukang bangunan, yaitu yang bijaksana dan yang bodoh; dua jenis fondasi, yaitu yang memakai batu dan yang memakai pasir; dan dua jenis rumah, yaitu yang aman dan yang tidak aman. Dalam semua khotbah pasti ada tuntutan untuk membuat keputusan. Yesus telah membuat pilihannya dengan sangat jelas.

Dalam ayat 13-14, Yesus membahas empat perbedaan yang pertama: dua pintu gerbang, dua jalan, dua tujuan, dan dua kelompok.

https://www.gty.org/library/bibleqnas-library/QA0153

Bagikan: