Malu Terhadap Injil

Roma 1:16

Jumat, 19 Januari 2024

John MacArthur

 

Berikut ini kutipan dari Tafsiran Perjanjian Baru MacArthur mengenai Surat Roma 1.

Sebab aku tidak malu terhadap Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.” (Roma 1:16, PBTB2)

Frasa pengantar Sebab aku tidak malu terhadap Injil menambahkan tanda yang final dari pelayanan rohani (pada kalimat yang disajikan dalam ayat 8–15), yaitu tanda keberanian yang tidak malu-malu.

Paulus dipenjarakan di Filipi, diusir dari Tesalonika, diselundupkan keluar dari Damaskus dan Berea, ditertawakan di Atena, dianggap bodoh di Korintus, dan dinyatakan sebagai penghujat dan pelanggar hukum Taurat di Yerusalem. Dia dilempari batu dan dibiarkan mati di Listra. Beberapa orang kafir pada zamannya Paulus menganggap agama Kristen sebagai ateisme karena [orang Kristen] hanya percaya pada satu Tuhan, dan bersifat kanibal sebab adanya kesalahpahaman [dari mereka] mengenai Perjamuan Tuhan.

Tetapi para pemimpin agama Yahudi di Yerusalem tidak mengintimidasi Paulus, dan demikian pula orang-orang kafir yang berpendidikan dan berkuasa di Efesus, Athena, dan Korintus. Si rasul kini sangat ingin memberitakan dan mengajarkan Injil di Roma, ibu kota kerajaan kafir yang menguasai hampir seluruh dunia. Paulus tidak pernah merasa gentar oleh pertentangan, tidak pernah berkecil hati oleh kritik, dan tidak pernah merasa malu, karena alasan apa pun, terhadap Injil Yesus Kristus. Meskipun Injil pada waktu itu (dan hingga hari ini) masih menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi dan suatu kebodohan bagi orang-orang non-Yahudi, hanya Injillah satu-satunya cara yang disediakan Allah bagi keselamatan manusia. Paulus sangat gembira dan berani dengan diberinya kesempatan untuk mewartakan kebenaran dan kekuatannya [Injil] ke mana pun dia pergi.

Meskipun setiap orang beriman mengetahui bahwa merasa malu terhadap Juruselamat dan Tuhannya adalah dosa yang serius, ia juga mengetahui betapa sulitnya menghindari dosa tersebut. Ketika kita mempunyai kesempatan untuk berbicara mewakili Kristus, seringkali kita tidak melakukannya. Kita tahu bahwa Injil tidak menarik, mengintimidasi, dan menjijikkan bagi manusia alamiah yang belum diselamatkan dan bagi sistem rohani yang tidak saleh yang kini mendominasi seisi dunia. Injil menyingkapkan dosa manusia, kejahatannya, kebejatannya, kesesatannya, menyatakan kesombongan sebagai hal yang tercela, dan menyatakan kebenaran berdasarkan amal ibadah sebagai hal yang tidak berharga di mata Tuhan. Bagi hati mereka yang belum percaya dan yang berdosa, Injil tampaknya bukan kabar baik, melainkan kabar buruk (lih. tafsiran saya di bab 1). Ketika mereka pertama kali mendengarnya, mereka sering bereaksi dengan meremehkan orang yang menyampaikannya atau dengan melontarkan berbagai argumen dan teori yang menentangnya. Karena itu, rasa takut terhadap manusia dan ketidakmampuan menangani argumen mereka tidak diragukan lagi merupakan jerat terbesar [bagi orang Kristen] dalam bersaksi.

Konon jika sebuah lingkaran kapur putih digambar di lantai di sekitar seekor angsa, maka ia tidak akan meninggalkan lingkaran itu karena takut melewati tanda putih tersebut. Dengan cara yang serupa, berbagai tanda kritik, cemoohan, tradisi, dan penolakan menghalangi banyak orang percaya untuk meninggalkan keamanan dari persekutuan Kristennya untuk bersaksi kepada mereka yang belum diselamatkan.

Apa yang disebut sebagai injil kesehatan dan kemakmuran yang telah melanda sebagian besar gereja pada saat ini tidak menyinggungkan dunia karena injil tersebut [memang] menawarkan apa yang diinginkan dunia. Namun, injil yang palsu itu tidak menawarkan Injil Yesus Kristus. Seperti ajaran palsu dari orang Kristen yang menjalani hidupnya berdasarkan tradisi Yahudi [Gal. 2:12-14], maka ini adalah “suatu injil lain”, yang berarti sama sekali bukan Injil, melainkan sebuah penyimpangan dari sesuatu yang tidak saleh (Gal. 1:6-7, PBTB2). Yesus dengan tegas mengutuk motif kesuksesan dan kenyamanan duniawi. Mereka yang menggunakan motif tersebut berarti sedang berjalan masuk ke dalam tangan Iblis.

Suatu ketika, seorang ahli Taurat menghampiri Yesus dan berkata, “Guru, aku akan mengikut Engkau ke mana saja Engkau pergi.” Mengetahui orang itu tidak mau melepaskan kenyamanannya demi menjadi seorang murid, Tuhan menjawab, “Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat. 8:19–20, PBTB2). Tak lama setelah itu, “salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya, ‘Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.'” Frasa “menguburkan ayahku” tidak merujuk pada upacara ritual pemakaman, tetapi merupakan bahasa sehari-hari yang merujuk pada [seseorang yang menunggu] kematian ayahnya untuk bisa menerima warisan. “Tetapi Yesus berkata kepadanya, ‘Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka'” (Mat. 8:21-22, PBTB2).

Geoffrey Wilson menulis, “Tidak populernya Kristus yang disalib telah mendorong banyak orang untuk menyampaikan pesan yang lebih disukai oleh orang yang tidak percaya. Namun, meniadakan pemberitaan salib yang menyinggung [orang lain] selalu membuat pesan tersebut tidak efektif.” Injil yang tidak menyinggung juga merupakan Injil yang tidak berdaya. Jadi, Kekristenan adalah pihak yang paling terluka di rumah sahabatnya” ( Romans: A Digest of Reformed Comment [Carlisle, Pa.: Banner of Truth, 1976], hal. 24).

Beberapa tahun yang lalu, saya berbicara di Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Pemuda. Setelah itu, istrinya direktur KKR tersebut mendekati saya. Mengekspresikan mentalitas tidak alkitabiah yang umum terjadi di gereja pada saat ini, dia berkata, “Pesan Anda menyinggung perasaan saya karena Anda berkhotbah seolah-olah semua anak muda ini adalah orang yang berdosa.” Saya menjawab, “Saya senang jika hal itu tersampaikan karena memang itulah pesan yang ingin saya sampaikan.”

Hasrat terbesarnya Paulus adalah melihat manusia diselamatkan. Dia tidak memedulikan kenyamanan pribadinya, popularitasnya, atau reputasinya. Dia tidak menawarkan kompromi terhadap Injil karena dia tahu bahwa Injil adalah satu-satunya kekuatan yang tersedia yang dapat mengubah kehidupan [seseorang] dalam kekekalan.

https://www.gty.org/library/bibleqnas-library/QA0163

Bagikan: