Pertolongan dari Roh Kudus

Roma 8:26

Kamis, 4 Januari 2024

John MacArthur

 

Berikut ini adalah kutipan dari Tafsiran Perjanjian Baru MacArthur mengenai Surat Roma 8.

Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (Rom. 8:26, PBTB2). Demikian juga merujuk kembali pada berbagai keluhan dari ciptaan dan dari para orang percaya akan penebusan dari kerusakan dan pencemaran dosa. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan kebenaran yang sangat menghibur bahwa Roh Kudus datang menyertai kita dan seluruh ciptaanNya mengerang akan hari pemulihan Allah yang terakhir kelak dan pemerintahan kebenaranNya yang kekal tersebut.

Oleh karena adanya sisa dari kemanusiaan kita dan kerentanan kita terhadap dosa dan keraguan, maka Roh Kudus [juga] membantu kita dalam kelemahan kita. Dalam konteks ini, kelemahan tersebut mengacu pada kondisi kemanusiaan kita secara umum, bukan kelemahan yang spesifik. Intinya adalah, bahkan setelah diselamatkan, kita masih identik dengan berbagai kelemahan rohani. Bertindak secara moral, menyatakan kebenaran, bersaksi bagi Tuhan, atau melakukan hal baik lainnya hanya terjadi melalui kuasa Roh yang bekerja di dalam dan melalui kita meskipun kita memiliki keterbatasan sebagai manusia.

Beberapa kali dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus dengan indah menggambarkan hubungan antara yang ilahi dan manusiawi itu. Berbicara mengenai berbagai kebutuhannya sendiri, Paulus berkata, “… aku tahu bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus” (Fil. 1:19, PBTB2). Roh membekali kita dengan semua yang kita perlukan untuk menjadi anak-anak Allah yang setia, efektif, dan terlindungi. Dalam pasal berikutnya ia menasihati, “Saudara-saudaraku yang terkasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih lagi sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Fil. 2:12-13, PBTB2). Roh Tuhan bekerja tanpa henti di dalam kita untuk melakukan apa yang tidak dapat kita lakukan sendirian, yaitu mewujudkan kehendakNya Tuhan yang sempurna.

Untuk memperjelas cara Roh bekerja, Paulus beralih ke topik mengenai berdoa. Meskipun kita telah ditebus dan benar-benar terjamin aman dalam adopsi kita sebagai anak-anak Allah, namun kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa. Paulus tidak menguraikan mengenai ketidakmampuan kita untuk berdoa sebagaimana mestinya, namun pernyataannya mencakup banyak hal. Karena sudut pandang kita yang tidak sempurna, pikiran kita yang terbatas, kelemahan [kita sebagai] manusia, dan keterbatasan rohani kita, maka kita tidak dapat berdoa dalam konsistensi yang mutlak dengan kehendak Allah. Seringkali, kita bahkan tidak menyadari adanya berbagai kebutuhan rohani, apalagi mengetahui cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bahkan orang Kristen yang berdoa dengan tulus, setia, dan teratur pun tidak mungkin mengetahui maksudNya Allah terkait dengan semua kebutuhannya sendiri, atau kebutuhan orang lain yang didoakannya.

Yesus berkata pada Petrus, “… Lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” (Luk. 22:31–32, PBTB2). Untung bagi Petrus, Yesus menepati janjiNya meskipun si rasul ini memiliki keberanian yang bodoh. Petrus tidak saja bukan tandingannya Iblis, tetapi ia juga membuktikan bahwa pengabdiannya kepada Kristus bahkan tidak mampu bertahan dalam melawan ejekan dari beberapa orang asing (ay.54-60). Betapa mulianya bahwa jaminan keamanan rohani kita terletak pada kesetiaanNya Tuhan dan bukan pada komitmen kita yang terombang-ambing.

Bahkan Rasul Paulus, yang hidup begitu dekat dengan Tuhan dan yang dengan setia dan penuh pengorbanan mewartakan Injil, tidak selalu mengetahui cara terbaik untuk berdoa. Misalnya saja, Paulus tahu bahwa Tuhan telah membiarkan Iblis menyerangnya dengan “duri dalam daging” yang tidak dijelaskannya secara spesifik. Penderitaan ini menjaga Paulus dari kesombongan karena [ia pernah] “diangkat ke Firdaus”. Namun, setelah beberapa saat, Paulus menjadi letih dengan kelemahannya tersebut (yang pastinya sangat parah) sehingga ia berdoa dengan sungguh-sungguh agar kelemahan itu dapat dihilangkan. Setelah tiga kali memohon, Tuhan memberi tahu Paulus bahwa dia hendaknya merasa puas dengan limpahan kasih karunia ilahi yang melalui semuanya itu telah mendukungnya dalam menghadapi ujian tersebut (lih. 2 Kor. 12:3–9). Permohonannya Paulus tidak sesuai dengan kehendakNya Tuhan bagi dirinya pada saat itu. Bahkan ketika kita tidak mengetahui apa yang diinginkan Allah, maka Roh sendiri [yang tinggal dalam diri kita] menyampaikan permohonan kita kepada Allah, membawa berbagai kebutuhan kita ke hadapan Allah bahkan ketika kita tidak mengetahuinya, atau ketika kita mendoakannya secara tidak bijaksana.

Paulus menekankan bahwa bantuan kita tersebut berasal dari Roh itu sendiri. Bantuan ilahiNya tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga secara langsung. Roh Kudus tidak sekadar memberikan rasa aman bagi kita, namun Roh Kudus sendirilah yang menjadi rasa aman kita. Roh Kudus berdoa mewakili kita dengan cara yang, kata Paulus, benar-benar di luar pemahaman manusia, dengan keluhan-keluhan yang terlalu dalam dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Roh Kudus bersatu dengan kita dalam kerinduan kita untuk dibebaskan dari tubuh duniawi kita yang rusak, dan untuk bisa bersama dengan Tuhan untuk selama-lamanya dalam tubuh surgawi kita yang mulia tersebut.

Bertentangan dengan penafsiran kebanyakan orang Karismatik, keluhan-keluhan Roh Kudus bukanlah ucapan dalam bahasa roh, apalagi celotehan tak terkendali yang tidak memiliki arti yang rasional. Seperti yang dikatakan Paulus secara eksplisit, keluhan-keluhan itu bahkan tidak terdengar dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, namun keluhan-keluhan tersebut mempunyai isi yang mendalam, yaitu seruan ilahi bagi kesejahteraan rohani dari setiap orang percaya. Jauh di luar pemahaman kita, keluhan-keluhan ini mewakili apa yang disebut komunikasi antar Pribadi dalam Tritunggal; artikulasi ilahi oleh Roh Kudus kepada [Allah] Bapa. Paulus meneguhkan kebenaran ini kepada jemaat di Korintus ketika ia menyatakan, “Siapa di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia?  Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah” (1 Kor. 2:11, PBTB2).

Kita tetap dibenarkan dan benar di hadapan Allah Bapa semata-mata hanya karena [Allah] Putra dan [Allah] Roh Kudus, sebagai pembela dan pengantara kita, yang secara terus-menerus mewakili kita di hadapanNya. Semata-mata hanya karena karya ilahi mereka secara bersama-sama dan tak henti-hentinya mewakili kita itulah yang membuat kita bisa masuk surga. Kristus “sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang melalui Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka” (Ibr. 7:25, PBTB2). Karya penebusan ilahiNya Yesus di dalam hati orang percaya dimulai pada saat pertobatan, namun tidak berakhir sampai si orang kudus tersebut berada di surga, dimuliakan, dan dijadikan sama benarnya seperti Allah yang benar karena ia memiliki kebenaranNya Kristus yang sepenuhnya. Hal ini dijamin oleh karyaNya Tuhan kita sebagai Sang Imam Besar surgawi, dan oleh berdiamnya Roh Kudus di bumi, yang juga menjamin adopsi ilahi dan takdir surgawi dari setiap orang percaya.

Jika bukan karena kuasa Roh yang menopang kita dan perantaraan Kristus yang secara terus-menerus menjadi Imam Besar bagi kita (Ibr. 7:25-26), maka sisa kemanusiaan kita akan segera menelan kita kembali dalam dosa sesaat setelah kita dibenarkan. Jika Kristus dan Roh Kudus untuk sejenak menghentikan doa syafaat mereka yang menopang kita, maka kita akan (pada saat itu juga) terjatuh kembali ke dalam keadaan keterpisahan kita yang penuh dosa dan terkutuk dari Tuhan.

Jika kegagalan seperti itu bisa terjadi, maka iman kepada Kristus hanya akan memberi kita kehidupan rohani yang sementara; dan yang bisa hilang sewaktu-waktu. Namun, Yesus tidak menawarkan kehidupan lain selain kehidupan kekal (yang menurut definisiNya) yang tidak dapat hilang. Kepada mereka yang beriman dan percaya, Yesus berkata, “dan Aku memberikan hidup yang kekal…. dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.” (Yoh. 10:28, PBTB2; lih. 17:2–3; Kis 13:48). Memiliki iman kepada Yesus Kristus dan memiliki hidup yang kekal secara alkitabiah sebenarnya sama saja artinya.

Jika bukan karena karyaNya [Allah] Putra dan [Allah] Roh yang mendukung dan mendoakan para orang percaya, maka Iblis dan para guru palsunya dapat dengan mudah menipu umat pilihan Allah (lihat Mat. 24:24), dan dapat merusak kesempurnaan dari keselamatan mereka. Namun, jika hal seperti itu mungkin terjadi, maka pemilihanNya Tuhan tidak akan ada artinya. Iblis tahu bahwa orang-orang percaya tidak akan berdaya jika tidak ada karyaNya [Allah] Putra dan Roh dalam menopang mereka, dan dalam kesombongan dan kecongkakannya, Iblis dengan sia-sia berperang melawan kedua Pribadi yang ilahi dari Tritunggal itu. Iblis tahu bahwa jika dia dapat mengganggu perlindungan ilahi itu, maka jiwa-jiwa yang pernah diselamatkan akan kehilangan kasih karunia dan kembali menjadi miliknya. Namun, karyaNya Kristus dan Roh Kudus yang tiada henti-hentinya itu yang membuat hal tersebut mustahil untuk terjadi.

https://www.gty.org/library/bibleqnas-library/QA0152

Bagikan: